Rwanda
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
/ɹuːˈɑːndə/ or /ɹuːˈændə/), secara resmi Republik Rwanda (Kinyarwanda: Repubulika y'u Rwanda; bahasa Perancis: République du Rwanda), adalah sebuah negara di Afrika Tengah. Negara ini terletak beberapa derajat di bawah garis khatulistiwa dan berbatasan dengan Uganda, Tanzania, Burundi, serta Republik Demokratik Kongo. Semua wilayah Rwanda berada pada elevasi tinggi, dengan didominasi oleh pegunungan di bagian barat, sabana di bagian timur, dan berbagai danau tersebar di seluruh negeri. Iklimnya hangat hingga subtropis, dengan dua musim hujan dan musim kemarau per tahun.
Penduduk Rwanda relatif muda dan masih didominasi pedesaan, sementara kepadatan penduduknya merupakan salah satu yang tertinggi di Afrika. Di Rwanda terdapat tiga kelompok: Hutu, Tutsi, dan Twa. Twa adalah pigmi yang tinggal di hutan dan merupakan keturunan dari penduduk paling pertama Rwanda, namun para ahli masih belum sepakat mengenai asal usul dan perbedaan antara Hutu dan Tutsi; beberapa meyakini bahwa keduanya merupakan kasta sosial, sementara yang lain memandangnya sebagai ras atau suku. Kekristenan adalah agama mayoritas di Rwanda, dan bahasa utamanya adalah Bahasa Kinyarwanda, yang dituturkan oleh sebagian besar penduduk Rwanda. Sistem pemerintahan di Rwanda adalah sistem presidensial. Presiden Rwanda adalah Paul Kagame dari Partai Front Patriotik Rwanda (FPR), yang mulai berkuasa pada tahun 2000. Rwanda memiliki tingkat korupsi yang rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangganya, namun organisasi-organisasi kemanusiaan menyatakan penindasan terhadap golongan oposisi, intimidasi, dan pelarangan dalam kebabasan berpendapat. Negara ini telah diperintah oleh pemerintah administrasi hierarki yang ketat sejak masa pra-kolonial. Di sana sekarang ada 5 provinsi, yang digariskan oleh batas yang digambar pada tahun 2006.
Pemburu-pengumpul menetap menetap di wilayah ini pada Zaman Batu dan Zaman Besi, diikuti oleh Suku Bantu. Penduduk pun bersatu, pertama-tama sebagai klan lalu menjadi kerajaan. Kerajaan Rwanda mendominasi dari masa pertengahan abad ke-18, dengan raja-raja Tutsi yang menguasai yang lain secara militer, memusatkan kekuasaan, dan kemudian mengesahkan kebijakan anti-Hutu. Jerman menjajah Rwanda pada tahun 1884, diikuti oleh Belgia, yang menginvasi pada tahun 1916 saat Perang Dunia I. Kedua negara Eropa tersebut memerintah melalui raja-raja dan menetapkan kebijakan pro-Tutsi. Penduduk Hutu memberontak pada tahun 1959, membantai Suku Tutsi dalam jumlah besar dan akhirnya mendirikan negara bebas yang didominasi oleh Hutu pada tahun 1962. Front Patriotik Rwanda yang dipimpin oleh Tutsi melancarkan Perang Saudara Rwanda pada tahun 1990, lalu diikuti oleh Pembantaian Rwanda tahun 1994. Dalam peristiwa tersebut, ekstremis Hutu membunuh sekitar 500.000 sampai 1 juta (perkiraan) Tutsi dan kaum Hutu moderat.
Ekonomi Rwanda mengalami kekacauan selama Pembantaian Rwanda 1994, namun setelah itu menguat. Ekonominya didasarkan terutama pada sektor agrikultur. Kopi dan teh merupakan komoditas ekspor yang menjadi sumber devisa utama. Pariwisata merupakan sektor yang berkembang pesat dan kini merupakan sumber devisa utama; di negara ini gorila pegunungan dapat dikunjungi dengan aman, dan wisatawan siap membayar mahal untuk memperoleh izin melacak gorila. Musik dan tari merupakan bagian penting dalam budaya Rwanda, terutama drum dan tari intore. Seni dan kerajinan tradisional juga dibuat di seluruh negeri, seperti imigongo, seni kotoran sapi yang unik.
Bentuk organisasi sosial pertama di wilayah Rwanda adalah klan (ubwoko).[15] Sistem klan ada di seluruh wilayah Danau Besar, dan terdapat sekitar dua puluh klan di wilayah Rwanda.[16] Klan tidak dibatasi oleh garis silsilah atau wilayah geografis, dan di sebagian besar klan terdapat orang Hutu, Tutsi, dan Twa.[16] Dari abad ke-15, klan mulai bersatu menjadi kerajaan;[17] pada tahun 1700, terdapat sekitar delapan kerajaan di Rwanda.[18] Salah satu di antaranya, yaitu Kerajaan Rwanda dikuasai oleh klan Nyiginya Tutsi yang menjadi semakin dominan pada pertengahan abad ke-18.[19] Kerajaan tersebut mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-19 di bawah masa kekuasaan Raja Kigeli Rwabugiri. Rwabugiri menaklukan beberapa negara yang lebih kecil, memperluas wilayah ke barat dan utara,[20][19] serta melancarkan reformasi administratif; salah satunya adalah ubuhake, yang mengharuskan pelindung Tutsi untuk menyerahkan ternak, dan maka status istimewa, kepada klien Hutu atau Tutsi dan memperoleh jasa ekonomi dan personal sebagai gantinya.[21] Reformasi lain adalah uburetwa, yaitu sistem corvée yang mengharuskan Hutu bekerja untuk kepala suku Tutsi.[20] Perubahan yang dilancarkan oleh Rwabugiri mengakibatkan munculnya jurang antara Hutu dan Tutsi.[20] Status orang Twa lebih baik daripada masa pra-kerajaan, dengan beberapa di antaranya menjadi penari di istana kerajaan,[10] namun jumlah mereka terus berkurang.[22]
Konferensi Berlin tahun 1884 menetapkan wilayah Rwanda sebagai bagian dari Kekaisaran Jerman, sehingga memulai masa penjajahan. Penjelajah Gustav Adolf von Götzen adalah orang Eropa pertama yang menjelajahi negara ini pada tahun 1894; ia menyeberang dari wilayah tenggara hingga Danau Kivu dan bertemu dengan sang raja.[23][24] Jerman tidak banyak mengubah struktur sosial Rwanda, namun menancapkan kekuasaan dengan mendukung raja dan hierarki yang ada serta mendelegasikan kekuasaan kepada kepala suku setempat.[25] Tentara Belgia mengambil alih Rwanda dan Burundi selama Perang Dunia I, dan memulai periode penjajahan yang lebih langsung.[26] Belgia menyerdehanakan dan memusatkan struktur kekuasaan,[27] serta memulai proyek berskala besar dalam bidang pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, dan pengawasan agrikultur, termasuk tanaman baru dan pemutakhiran tekhnik agrikultur untuk mengurangi kelaparan.[28] Baik orang Jerman maupun orang Belgia mendukung supremasi Tutsi, serta menganggap Hutu dan Tutsi sebagai ras yang berbeda.[29] Pada tahun 1935, Belgia memperkenalkan kartu identitas yang melabeli setiap orang sebagai Tutsi, Hutu, Twa, atau dinaturalisasi. Sementara sebelumnya seorang Hutu yang kaya dapat menjadi Tutsi yang terhormat, kartu identitas menghentikan perpindahan antara kedua kelas.[30]
Belgium terus menguasai Rwanda sebagai Wilayah Kepercayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah Perang Dunia II, dengan mandat untuk mengawal kemerdekaan.[31][32] Ketegangan menguat antara Tutsi, yang mendukung kemerdekaan awal, dan pergerakan emansipasi Hutu, yang berujung kepada Revolusi Rwanda 1959: aktivis Hutu mulai membunuh orang Tutsi, dan memaksa lebih dari 100.000 orang mengungsi ke negara tetangga.[33][34] Pada tahun 1962, Belgia yang kini pro-Hutu mengadakan referendum dan pemilihan umum, dan mereka memilih menghapuskan monarki. Rwanda dipisahkan dari Burundi dan memperoleh kemerdekaan pada tahun 1962.[35] Kekerasan berlanjut karena Tutsi yang mengungsi mulai menyerang dari negara tetangga dan Hutu membalas dengan pembunuhan dan penindasan berskala besar.[36] Pada tahun 1973, Juvénal Habyarimana melancarkan kudeta dan mulai berkuasa. Diskriminasi pro-Hutu berlanjut, namun kesejahteraan ekonomi meningkat sementara kekerasan terhadap orang Tutsi berkurang.[37] Orang Twa tetap termarjinalisasi, dan pada tahun 1990 hampir sepenuhnya diusir dari hutan oleh pemerintah; banyak yang kemudian menjadi pengemis.[38] Sementara itu, jumlah penduduk Rwanda yang meningkat dari 1,6 juta pada tahun 1934 menjadi 7,1 juta pada tahun 1989 mengakibatkan munculnya persaingan memperebutkan tanah.[39]
Pada tahun 1990, Front Patriotik Rwanda, pemberontak yang kebanyakan terdiri dari pengungsi Tutsi, menyerang Rwanda utara, dan memulai Perang Saudara Rwanda.[40] Kedua pihak mampu mencapai keunggulan selama perang,[41] namun pada tahun 1992 perang telah melemahkan kekuasaan Habyarimana; demonstrasi besar-besaran memaksanya untuk berkoalisi dengan oposisi dan akhirnya menandatangani Persetujuan Arusha 1993 dengan Front Patriotik Rwanda.[42] Gencatan senjata berakhir pada tanggal 6 April 1994 ketika pesawat Habyarimana ditembak di dekat Bandar Udara Kigali, sehingga menewaskan sang presiden.[43] Penembakan ini memicu Genosida Rwanda, yang meletus dalam selang waktu beberapa jam. Selama sekitar 100 hari, sekitar 500.000 hingga 1.000.000[44] Tutsi dan Hutu moderat dibantai dalam serangan yang telah direncanakan dengan baik atas perintah pemerintahan interim.[45] Banyak orang Twa yang juga dibunuh, meskipun tidak ditarget secara langsung.[38] Front Patriotik Rwanda memulai kembali serangan mereka, menguasai negara perlahan-lahan, dan berhasil menguasai seluruh Rwanda pada pertengahan Juli.[46] Tanggapan internasional terhadap Genosida Rwanda sangat minim karena negara-negara besar merasa enggan untuk memperkuat pasukan pemelihara perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa yang sudah kewalahan.[47] Ketika Front Patriotik Rwanda mengambil alih kekuasaan, kurang lebih dua juta Hutu mengungsi ke negara tetangga, terutama Zaire, karena takut akan pembalasan;[48] selain itu, angkatan bersenjata yang dipimpih oleh Front Patriotik Rwanda merupakan salah satu partisipan utama dalam Perang Kongo Pertama dan Kedua.[49] Di Rwanda sendiri, periode rekonsiliasi dan keadilan dimulai, dengan didirikannya Pengadilan Kriminal Internasional untuk Rwanda dan pendirian kembali Gacaca, sistem pengadilan desa tradisional. Selama tahun 2000-an, ekonomi, jumlah wisatawan, dan Indeks Pembangunan Manusia Rwanda meningkat pesat[50][51] antara 2006 dan 2011 angka kemiskinan berkurang dari 57 hingga 45 persen,[52] dan tingkat kematian anak-anak menurun dari 180 per 1000 kelahiran pada tahun 2000 2000 menjadi 111 per 1000 kelahiran pada tahun 2009.[53]
Konstitusi Rwanda saat ini ditetapkan melalui referendum nasional pada tahun 2003, yang menggantikan konstitusi transisional yang berlaku semenjak tahun 1994.[65]Konstitusi saat ini mengamanatkan sistem pemerintahan multi partai dan politik yang didasarkan atas demokrasi dan pemilihan umum.[66] Namun, konstitusi juga mengatur partai politik. Menurut Pasal 54, organisasi politik tidak boleh didasarkan pada ras, etnis, suku, klan, daerah, seks, agama, atau pembagian lain yang dapat mengarah ke diskriminasi.[67] Pemerintah juga telah menetapkan hukum yang mengkriminalkan ideologi genosida, yang meliputi intimidasi, pidato fitnah, penolakan genosida, dan pengejekan korban.[68] Menurut Human Rights Watch, hukum tersebut secara efektif menjadikan Rwanda negara satu partai, karena "di bawah selubung mencegah genosida lain, pemerintah menunjukkan ketidaktoleran terhadap perbedaan pendapat yang paling mendasar".[69] Amnesty International juga bersikap kritis dan menyatakan bahwa hukum ideologi genosida telah digunakan untuk "membungkam perbedaan pendapat, termasuk kritik terhadap partai FPR yang sedang berkuasa dan tuntutan keadilan terhadap kejahatan perang yang dilakukan oleh FPR".[70]
Parlemen Rwanda terdiri dari dua kamar. Parlemen membuat undang-undang dan diamanatkan oleh konstitusi untuk mengawasi kegiatan Presiden dan Kabinet.[71] Majelis rendah adalah Dewan Perwakilan, yang terdiri dari 80 anggota yang menjabat selama lima tahun. Dua puluh empat dari jabatan tersebut disiapkan khusus untuk perempuan, yang dipilih melalui majelis pejabat pemerintahan daerah gabungan; tiga kursi lain disiapkan untuk anak muda dan orang cacat; 53 kursi sisanya dipilih melalui hak pilih universal di bawah sistem perwakilan proporsional.[72] Setelah pemilihan umum tahun 2008, terdapat 45 perwakilan perempuan, sehingga menjadikan Rwanda satu-satunya negara yang mayoritas anggota parlemennya perempuan.[73] Majelis tinggi adalah Senat, yang terdiri dari 26 kursi. Anggotanya dipilih oleh berbagai lembaga. Minimal tiga puluh persen senator haruslah perempuan. Senator menjabat selama delapan tahun.[74]
Sistem hukum Rwanda banyak didasarkan dari sistem hukum sipil Jerman serta Belgia dan hukum adat.[75] Yudikatif independen dari eksekutif,[76] walaupun Presiden dan Senat terlibat dalam penunjukkan hakim Mahkamah Agung.[77] Human Rights Watch telah memuji pemerintah Rwanda karena kemajuan dalam penegakan keadilan seperti penghapusan hukuman mati[78] namun juag anggota pemerintahan dituduh melakukan campur tangan terhadap yudikatif, seperti penunjukan hakim yang didasari motif politik, penyalahgunaan wewenang jaksa, dan tekanan terhadap hakim agar membuat keputusan tertentu.[79] Menurut konstitusi terdapat dua jenis pengadilan: biasa dan khusus.[80] Pengadilan biasa meliputi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan pengadilan daerah, sementara pengadilan khusus meliputi pengadilan militer dan pengadilan tradisional Gacaca, yang didirikan kembali untuk mempercepat pengadilan tersangka pelaku genosida.[81]
Tingkat korupsi Rwanda relatif rendah bila dibandingkan dengan sebagian besar negara Afrika lainnya; pada tahun 2010, menurut Transparency International, Rwanda adalah negara terbersih kedelapan dari 47 negara di Afrika Sub-Sahara dan terbersih ke-66 dari 178 negara di dunia.[82] Konstitusi mengamanatkan Ombudsman untuk mencegah dan memberantas korupsi.[83][84] Pejabat (termasuk Presiden) juga diharuskan oleh konstitusi untuk mendeklarasikan kekayaan mereka kepada Ombudsman dan umum; apabila tidak, jabatannya akan ditangguhkan.[85]
Front Patriotik Rwanda (FPR) telah menjadi partai politik yang dominan semenjak tahun 1994. FPR menguasai kursi kepresidenan dan parlemen, dan jumlah suaranya biasanya melebihi 70 persen. FPR dipandang sebagai partai yang didominasi Tutsi, namun didukung oleh rakyat, dan dipuji karena mampu menjaga perdamaian, stabilitas, dan pertumbuhan ekonomi.[86] Organisasi hak asasi manusia seperti Amnesty International dan Freedom House mengklaim bahwa pemerintah menekan kebebasan kelompok oposisi dengan membatasi kandidat untuk partai yang bersahabat dengan pemerintah saja, meredam demonstrasi, dan menangkap pemimpin oposisi dan jurnalis.[70][87]
Rwanda adalah anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa,[88] Uni Afrika, Francophonie[89], Komunitas Afrika Timur[90], dan Negara-Negara Persemakmuran[91]. Selama bertahun-tahun pada masa jabatan Habyarimana, Rwanda memiliki hubungan yang dekat dengan Perancis, dan juga Belgia.[92] Akan tetapi, di bawah pemerintahan FPR, Rwanda berupaya mengeratkan hubungan dengan negara tetangga di Afrika Timur dan dengan negara berbahasa Inggris. Hubungan diplomatik dengan Perancis ditangguhkan dari tahun 2006 hingga 2010 akibat pendakwaan pejabat Rwanda oleh hakim Perancis.[93] Hubungan dengan Republik Demokratik Kongo menegang akibat keterlibatan Rwanda dalam Perang Kongo Pertama dan Kedua;[49] tentara Kongo menuduh bahwa Rwanda menyerang mereka, sementara Rwanda menyalahkan pemerintahan Kongo karena gagal memadamkan pemberontakan Hutu di provinsi Kivu Utara dan Selatan.[94][95] Hubungan Rwanda dengan Uganda juga menegang pada tahun 2000an akibat bentrokan antar angkatan bersenjata kedua negara pada tahun 1999 saat masing-masing negara mendukung kelompok pemberontak yang saling bertikai selama Perang Kongo Kedua.[96] Pada tahun 2012, hubungan dengan Uganda dan Republik Demokratik Kongo telah membaik.[96][97]
Kelima provinsi berperan sebagai penengah antara pemerintahan nasional dan distrik untuk memastikan agar kebijakan nasional juga diterapkan di tingkat distrik. "Kerangka Strategis Desentralisasi Rwanda" yang dikembangkan oleh Menteri Pemerintahan Daerah membebankan tanggung jawab kepada provinsi untuk "mengatur masalah pemerintahan di Provinsi, dan juga pemantauan dan evaluasi."[101] Setiap provinsi dikepalai oleh seorang gubernur, yang ditunjuk oleh Presiden dan disetujui oleh Senat.[102] Distrik-distrik bertanggung jawab untuk mengatur layanan umum dan pengembangan ekonomi. Distrik dibagi menjadi sektor, yang bertanggung jawab akan layanan umum yang dimandatkan oleh distrik.[103] Di tingkat distrik dan sektor terdapat sebuah dewan yang dipilih secara langsung dan dijalankan oleh komite eksekutif yang dipilih oleh dewan tersebut.[104] Sel dan desa adalah daerah tingkat terkecil, dan berperan sebagai penghubung antara rakyat dengan sektor.[103] Semua penduduk dewasa merupakan anggota dari dewan sel lokal, yang juga dikepalai oleh komite eksekutif yang dipilih oleh dewan tersebut.[104] Sementara itu, kota Kigali merupakan sebuah otoritas tingkat provinsi yang mengatur perencanaan kota.[101]
Perbatasan saat ini ditetapkan pada tahun 2006 untuk mendesentralisasikan kekuasaan dan menghapuskan kaitan dengan sistem lama dan genosida. Struktur lama yang terdiri dari dua belas provinsi yang berpusat di sekitar kota-kota besar digantikan oleh lima provinsi yang didasarkan pada geografi.[105] Provinsi tersebut adalah Provinsi Utara, Provinsi Selatan, Provinsi Timur, Provinsi Barat, dan Munisipalitas Kigali di pusat.
Batas air antara daerah aliran sungai Kongo dan Nil mengalir dari utara ke selatan melalui Rwanda.[109] Sungai terpanjang di negara ini adalah Nyabarongo, yang mulai mengalir di barat daya, dan kemudian mengalir ke utara, timur, dan tenggara sebelum bergabung dengan Sungai Ruvubu untuk membentuk Sungai Kagera; Kagera lalu mengalir ke utara di sepanjang perbatasan timur dengan Tanzania. Nyabarongo-Kagera akhirnya mengalir ke Danau Victoria, dan sumbernya di Hutan Nyungwe merupakan salah satu kandidat sumber Sungai Nil yang masih belum ditentukan.[110] Rwanda punya banyak danau, dan danau yang terbesar adalah Danau Kivu. Danau ini menduduki dasar Celah Albertine di sepanjang perbatasan barat Rwanda. Dengan kedalaman maksimal sebesar 480 metres (1,575 ft),[111] Danau Kivu merupakan salah satu dari dua puluh danau terdalam di dunia.[112] Danau besar lain meliputi Danau Burera, Ruhondo, Muhazi, Rweru, dan Ihema.[113]
Pegunungan mendominasi Rwanda tengah dan barat; pegunungan tersebut merupakan bagian dari Pegunungan Celah Albertine.[114] Puncak-puncak tertinggi dapat ditemui di gugusan gunung berapi Virunga di barat laut; dengan ketinggian 4,507 metres (14,787 ft), titik tertinggi adalah Gunung Karisimbi.[115] Ketinggian bagian barat negara, yang terletak di ekoregion hutan montane Celah Albertine,[114] bervariasi antara 1,500 metres (4,921 ft) hingga 2,500 metres (8,202 ft).[116] Daerah tengah negara didominasi oleh bukit yang berombak-ombak, sementara perbatasan timur terdiri dari sabana, dataran, dan rawa-rawa.[117]
Rwanda memiliki iklim tropis dan sedang, dengan suhu yang lebih rendah dibanding negara khatulistiwa lainnya karena ketinggiannya.[93] Kigali, yang terletak di tengah negara, memiliki suhu harian yang bervariasi antara 12 °C (54 °F) hingga 27 °C (81 °F), dengan sedikit variasi sepanjang tahun.[118] Terdapat beberapa variasi suhu di seluruh negara; wilayah barat dan utara yang bergunung biasanya lebih dingin daripada daerah timur yang lebih rendah.[119] Terdapat dua musim hujan dalam satu tahun; musim hujan pertama berlangsung dari Februari hingga Juni, dan musim hujan kedua dari September hingga Desember. Selain itu, juga terdapat dua musim kemarau: musim kemarau besar dari Juni hingga September, dan saat itu seringkali tidak terjadi hujan sama sekali, sementara musim kemarau yang lebih pendek dan ringan berlangsung dari Desember hingga Februari.[120] Curah hujan bervariasi, dengan wilayah barat dan barat laut mendapat lebih banyak hujan daripada wilayah timur dan tenggara.[121]
Diversitas mamalia besar dapat ditemui di tiga Taman Nasional, yang merupakan wilayah konservasi.[126] Di Akagera terdapat hewan-hewan sabana seperti jerapah dan gajah,[127] sementara di Volcans hidup sekitar sepertiga populasi gorilla pegunungan dunia.[128] Di Hutan Nyungwe terdapat tiga belas spesies primata seperti simpanse dan kolobus Ruwenzori.[129]
Terdapat 670 spesies burung di Rwanda, yang bervariasi di timur dan barat.[130] Di Hutan Nyungwe di barat tercatat 280 spesies, dan 26 di antaranya endemik di Celah Albertine;[130] spesies endemik contohnya adalah Turaco Ruwenzori dan Pternistis nobilis.[131] Sebaliknya, di Rwanda Timur hidup burung-burung sabana seperti Laniarius erythrogaster dan burung rawa-rawa dan danau seperti bangau dan burung jenjang.[130]
Rwanda hanya memiliki sedikit sumber daya alam,[93] dan ekonomi bergantung pada sektor agrikultur teras yang menggunakan alat sederhana[135] Diperkirakan 90% dari peternakan dan agrikultur meliputi 42,1% dari PDB pada tahun 2010.[75] Semenjak pertengahan tahun 1980an, peternakan dan produksi makanan berkurang akibat perpindahan tempat tinggal orang yang terlantar.[136][137] Meskipun ekosistem Rwanda subur, produksi makanan tidak sejalan dengan pertumbuhan penduduk, sehingga makanan harus diimpor.[75]
Hasil panen meliputi kopi, teh, piretrum, pisang, kacang, sorgum, dan kentang. Kopi dan teh adalah komoditas ekspor utama karena didukung oleh elevasi tinggi, lereng curam, dan tanah vulkanik. Namun, ebergantungan kepada ekspor agrikultur mengakibatkan kerentanan terhadap perubahan harga.[138] Sementara itu, hewan yang diternak di Rwanda meliputi sapi, kambing, domba, babi, ayam, dan kelinci.[139] Sistem produksi biasanya masih tradisional, meskipun ada beberapa peternakan intensif di sekitar Kigali.[139] Sayangnya, kelangkaan tanah dan air, makanan yang tidak cukup dan berkualitas rendah, dan penyakit serta layanan dokter hewan yang tidak cukup merupakan penghambat maksimalisasi hasil ternak. Di sisi lain, sektor perikanan dapat ditemui di danau, akan tetapi sumber dayanya hampir habis, sehingga ikan hidup diimpor untuk memulihkan industri ini.[140]
Sektor industri masih kecil, dan meliputi 14,3 dari PDB pada tahun 2010.[75] Produk yang dihasilkan contohnya adalah semen, produk agrikultur, minuman berskala kecil, sabun, furnitur, sepatu, barang plastik, tekstik, dan rokok.[75] Industri penambangan Rwanda juga merupakan sektor yang penting; pada tahun 2008, sektor ini menghasilkan $93 juta.[141] Barang tambang meliputi kasiterit, wolframit, emas, dan koltan, yang digunakan untuk produksi alat elektronik dan komunikasi seperti telepon genggam.[141][142]
Sektor jasa Rwanda mengalami kemunduran selama resesi global akhir dasawarsa 2000-an karena berkurangnya pinjaman bank, bantuan asing, dan investasi.[143] Sektor ini melambung kembali pada tahun 2010, menjadi sektor terbesar negara berdasarkan hasil dan meliputi 43,6% PDB.[75] Penyumbang tersier utama meliputi sektor perbankan dan keuangan, usaha grosir dan eceran, hotel dan restoran, transportasi, gudang, komunikasi, asuransi, lahan yasan, jasa perniagaan, dan tata usaha umum seperti pendidikan dan kesehatan.[143] Pariwisata merupakan sektor yang berkembang paling pesat dan menjadi sumber devisa utama pada tahun 2011.[144] Meskipun memiliki sejarah genosida, Rwanda semakin dipandang sebagai tujuan wisata yang aman;[145] Direktorat Imigrasi dan Emigrasi mencatat bahwa 405.801 datang mengunjungi negara ini antara Januari dan Juni 2011, dengan 16% di antaranya berasal dari luar Afrika.[146] Pendapatan dari sektor pariwisata diperkirakan sebesar US$115,6 juta antara Januari dan Juni 2011; orang yang berlibur menyumbang sekitar 43% dari pendapatan tersebut, meskipun persentasenya hanya 9%.[146] Di Rwanda, gorila pegunungan dapat dikunjungi dengan aman; pelacakan gorila di Taman Nasional Volcans menarik ribuan pengunjung setiap tahunnya, yang siap membayar mahal untuk memperoleh izin.[147] Tujuan wisata lainnya adalah Hutan Nyungwe (tempat tinggal simpanse, kolobus Ruwenzori dan primata lainnya), resor di Danau Kivu, serta Akagera (cagar sabana di wilayah timur Rwanda).[148]
Rwandatel adalah perusahaan telekomunikasi tertua di Rwanda. Perusahaan ini menyediakan 23.000 jaringan tetap, sebagian besar untuk institusi pemerintah, bank, lembaga swadaya masyarakat, dan kedutaan.[151] Tingkat langganan jaringan tetap swasta sendiri masih rendah. Pada tahun 2011, penetrasi telepon genggam Rwanda tercatat sebesar 35%, naik 1% dibanding tahun sebelumnya.[152] Layanan ponsel terbesar adalah MTN, yang memiliki 2,5 juta pelanggan, sementara Tigo, layanan terbesar kedua, memiliki 700.000 pelanggan.[152] Layanan ponsel ketiga yang dijalankan oleh Bharti Airtel telah diluncurkan pada tahun 2012.[153] Rwandatel juga mengoperasikan layanan telepon genggam, namun regulator industri mencabut lisensinya pada April 2011 karena kegagalan perusahaan tersebut dalam mencapai komitmen investasi yang telah disepakati.[154] Tingkat penetrasi internet masih rendah, namun meningkat pesat; pada tahun 2010, terdapat 7,7 pengguna internet per 100 orang, dibandingkan 2,1 per 100 pada tahun 2007.[155] Pada tahun 2011, jaringan komunikasi serat optik sepanjang 2,300 kilometres (1,400 mi) yang menyediakan layanan jalur lebar (broadband) dan memfasilitasi perniagaan elektronik telah selesai dipasang.[156] Jaringan ini terhubung dengan SEACOM, kabel serat optik bawah laut yang menghubungkan komunikasi di Afrika selatan dan timur. Di Rwanda, kabel tersebut terbentang di jalan-jalan besar, menghubungkan kota-kota di seluruh negara.[156] Layanan ponsel MTN juga menjalankan internet nirkabel yang dapat diakses di sebagian besar Kigali melalui abonemen prabayar.[157]
Hingga dasawarsa 2000an, listrik Rwanda hampir sepenuhnya dihasilkan oleh pembangkit listrik hidroelektrik; pembangkit listrik di Danau Burera dan Ruhondo menghasilkan 90% listrik negara.[161] Akibat curah hujan yang rendah dan aktivitas manusia seperti penghisapan lahan basah Rugezi untuk penanaman dan penggembalaan, ketinggian air kedua danau tersebut menurun drastis semenjak tahun 1990; pada tahun 2004, ketinggian air telah berkurang hingga 50%, sehingga mengakibatkan jatuhnya produksi listrik di kedua pembangkit listrik tersebut.[162] Peristiwa ini, ditambah dengan meningkatnya permintaan karena pertumbuhan ekonomi, mengakibatkan kekurangan dan pemadaman listrik pada tahun 2004.[162] Pemerintah menanggapi dengan memasang generator diesel di sebelah utara Kigali; pada tahun 2006, generator tersebut menghasilkan 56% listrik negara, namun sangat mahal.[162] Pemerintah menetapkan beberapa kebijakan untuk menyelesaikan masalah ini, seperti merehabilitasi lahan basah Rugezi, yang memasok air ke Burera dan Ruhondo, serta membuat skema pemanfaatan gas metana dari Danau Kivu, yang diperkirakan akan meningkatkan produksi listrik negara sebesar 40%.[163] Untuk akses listrik sendiri, pada tahun 2009, hanya 6% penduduk Rwanda yang memiliki akses listrik.[164]
Pemerintah telah meningkatkan investasi infrastruktur transportasi di Rwanda semenjak genosida 1994, dengan bantuan dari Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan lainnya. Sistem transportasi berpusat di jaringan jalan, seperti jalan beraspal antara Kigali dengan kota-kota besar lain.[165] Rwanda terhubung jalan dengan negara-negara lain di Afrika Timur, seperti Uganda, Tanzania, Burundi, dan Kenya, serta ke kota Goma dan Bukavu di Republik Demokratik Kongo. Jalur perdagangan terpenting di Rwanda adalah jalan ke pelabuhan Mombasa melalui Kampala dan Nairobi.[166] Bentuk transportasi umum utama di Rwanda adalah angkutan kota. Jalur ekspres menghubungkan kota-kota besar dan layanan lokal disediakan untuk sebagian besar desa di sepanjang jalan utama. Layanan bus tersedia untuk berbagai tujuan di negara tetangga. Negara ini memiliki bandar udara internasional di Kigali yang melayani satu penerbangan domestik dan beberapa penerbangan internasional.[167] Pada tahun 2011, negara ini belum memiliki jalur kereta api, meskipun pendanaan telah disediakan untuk studi kelayakan.[168] Meskipun tidak ada layanan transportasi air umum di kota-kota pelabuhan di Danau Kivu, terdapat layanan swasta terbatas, dan pemerintah telah melancarkan program yang mendukung pengembangan layanan penuh.[165]
Dengan 408 penduduk per kilometer persegi, kepadatan penduduk Rwanda merupakan salah satu yang tertinggi di Afrika. Sejarawan seperti Gérard Prunier meyakini bahwa genosida 1994 dapat dikaitkan dengan kepadatan penduduk.[39] Masyarakat Rwanda kebanyakan masih bersifat pedesaan, dan hanya ada sedikit kota besar; tempat tinggal penduduk sendiri menyebar secara merata di seluruh negara.[93] Satu-satunya wilayah yang jarang dihuni adalah wilayah sabana di bekas provinsi Umutara dan Taman Nasional Akagera di timur.[170] Kigali adalah kota terbesar dengan jumlah penduduk sebesar satu juta jiwa.[171] Peningkatan jumlah penduduk yang pesat merupakan tantangan bagi pengembangan infrastruktur.[75][172][173] Kota penting lain adalah Gitarama, Butare, dan Gisenyi, ketiganya memiliki jumlah penduduk di bawah 100.000 jiwa.[174] Persentase penduduk perkotaan meningkat dari 6% pada tahun 1990,[172] menjadi 16,6% pada tahun 2006;[175] namun, pada tahun 2011, persentasenya menurun sedikit menjadi 14.8%.[175]
Rwanda sudah bersatu semenjak masa prakolonial,[29] dan penduduknya berasal dari satu kelompok etnik dan linguistik saja, yaitu Banyarwanda;[176] hal ini berbeda dengan sebagian besar negara di Afrika yang perbatasannya ditarik berdasarkan warisan kolonial dan tidak sesuai dengan batas etnis kerajaan-kerajaan prakolonial.[177] Di dalam kelompok Banyarwanda, terdapat tiga kelompok terpisah, yaitu Hutu (84% populasi pada tahun 2009), Tutsi (15%), dan Twa (1%).[178][75] Twa adalah pigmi yang merupakan keturunan dari penduduk pertama Rwanda, namun para ahli masih belum sepakat mengenai asal usul dan perbedaan antara Hutu dan Tutsi.[179] Antropolog Jean Hiernaux menyatakan bahwa Tutsi adalah ras yang berbeda, dengan kecenderungan memiliki "kepala, wajah, dan hidung panjang dan kecil";[180] antropolog lain, seperti Villia Jefremovas, meyakini bahwa tidak ada perbedaan fisik dan kategori tersebut tidak kaku secara historis.[181] Pada zaman prakolonial Rwanda, Tutsi merupakan kelompok yang berkuasa, sementara Hutu merupakan petani.[182] Pemerintah Rwanda saat ini tidak menganjurkan perbedaan antara Hutu/Tutsi/Twa, dan telah menghapuskan klasifikasi tersebut di kartu identitas.[183]
Sebagian besar orang Rwanda memeluk agama Katolik, namun ada perubahan demografi keagamaan yang signifikan setelah genosida, dengan banyak orang yang menjadi Kristen Evangelis dan Islam.[184] Pada tahun 2006, 56,5% penduduk Rwanda memeluk agama Katolik, 37,1% Protestan (dengan 11,1% dari antaranya berdenominasi Advent Hari Ketujuh), dan Islam 4.6%,[185] sementara 1,7% menyatakan tidak beragama.[185] Agama tradisional Afrika, meskipun hanya dipeluk oleh 0,1% penduduk, tetap berpengaruh. Banyak orang Rwanda yang memandang bahwa Tuhan dalam agama Kristen sama dengan dewa tradisional Rwanda, Imana.[186]
Bahasa utama di Rwanda adalah Kinyarwanda. Bahasa Eropa yang dituturkan pada masa kolonial adalah bahasa Jerman dan bahasa Perancis; bahasa Perancis yang dibawa oleh Belgia tetap menjadi bahasa resmi dan banyak dituturkan setelah kemerdekaan.[187] Arus pengungsi dari Uganda dan tempat lain selama abad ke-20[187] mengakibatkan munculnya pemisahan linguistik antara penduduk yang berbahasa Inggris dengan penduduk yang berbahasa Perancis.[188] Kinyarwanda, Inggris, dan Perancis adalah bahasa resmi negara. Kinyarwanda adalah bahasa pemerintahan dan bahasa Inggris merupakan bahasa pengantar utama dalam pendidikan. Bahasa Swahili, lingua franca Afrika Timur, juga dituturkan terutama di wilayah pedesaan.[188] Selain itu, penduduk Rwanda di Pulau Nkombo menuturkan bahasa Amashi, yang berhubungan dekat dengan Kinyarwanda.[189]
Masakan Rwanda didasarkan dari makanan pokok lokal yang dihasilkan oleh agrikultur teras seperti pisang, plantain (dikenal dengan nama kacang, ubi jalar, dan singkong.[196] Banyak orang Rwanda yang tidak memakan daging lebih dari beberapa kali sebulan.[196] Bagi mereka yang tinggal di dekat danau, tilapia merupakan makanan populer.[196] Kentang yang dibawa ke Rwanda oleh Jerman dan Belgia juga sangat populer.[197] Ubugari (atau umutsima), atau adonan yang terbuat dari singkong atau jagung dan air untuk menghasilkan makanan yang konsistensinya mirip dengan bubur, dimakan di seluruh Afrika Timur.[198] Isombe terbuat dari daun singkong yang dihaluskan dan disajikan dengan ikan yang dikeringkan.[197] Makan siang biasa berupa prasmanan yang disebut mélange, yang terdiri dari makanan pokok di atas dan kadang-kadang daging.[199] Brochette merupakan makanan yang paling populer di sore hari, biasanya terbuat dari kambing, namun kadang bisa juga dari babat, sapi, atau ikan.[199] Di banyak bar di wilayah pedesaan, terdapat penjual brochette yang menjagal kambing, memanggang daging, dan menyajikannya dengan pisang panggang.[200] Susu, terutama dalam bentuk yoghurt terfermentasi yang disebut ikivuguto, merupakan minuman umum di Rwanda.[201] Minuman lain adalah bir tradisional urwagwa yang terbuat dari sorgum atau pisang dan disajikan di ritual dan upacara tradisional.[197] Bir komersial yang diseduh di Rwanda meliputi Primus, Mützig, dan Amstel.[198]
Seni dan kerajinan tradisional dibuat di seluruh negara, meskipun sebagian besar biasanya berupa barang fungsional dan bukan dekorasi. Terdapat banyak keranjang dan mangkuk tenun.[202] Imigongo, seni kotoran sapi yang unik, dihasilkan di Rwanda tenggara, dan sudah menjadi tradisi semenjak masa kerajaan Gisaka yang independen. Kotoran dicampur dengan tanah yang warnanya bermacam-macam dan dilukis ke bubungan berpola untuk membuat bentuk geometris.[203] Kerajinan lain berupa tembikar dan ukiran kayu.[204] Gaya rumah tradisional memanfaatkan bahan yang tersedia di sekitar; rumah lumpur bundar dan persegi panjang dengan atap jerami rumput (disebut nyakatsi) merupakan yang paling umum. Pemerintah telah melancarkan program untuk menggantikannya dengan bahan yang lebih modern seperti besi.[205][206]
Di Rwanda tidak ada sejarah kepujanggaan yang panjang, namun terdapat tradisi lisan yang kuat dan bervariasi dari puisi hingga cerita rakyat. Sebagian besar nilai moral dan rincian sejarah Rwanda telah diturunkan dari generasi ke generasi. Tokoh kepujanggaan yang paling terkenal adalah Alexis Kagame (1912–1981) yang melakukan penelitian terhadap tradisi lisan Rwanda dan juga menulis puisinya sendiri.[207] Genosida Rwanda mengakibatkan munculnya catatan saksi, esai, dan cerita fiksi yang dibuat oleh penulis generasi baru seperti Benjamin Sehene. Sejumlah film yang menggambarkan Genosida Rwanda telah dihasilkan, seperti Hotel Rwanda, Shake Hands with the Devil, Sometimes in April, dan Shooting Dogs.[208]
Terdapat sebelas hari libur nasional di Rwanda; kadang-kadang pemerintah juga menambah hari libur lain .[209] Satu minggu setelah Hari Peringatan Genosida pada 7 April ditetapkan sebagai minggu berkabung resmi.[210] Hari Sabtu terakhir dalam setiap bulan disebut umuganda, dan merupakan hari nasional untuk layanan masyarakat, dan biasanya jasa-jasa ditutup dari pukul 07:00 pada pagi hari hingga pukul 12:00 pada siang hari.[211]
Kualitas kesehatan di Rwanda masih rendah, namun membaik. Angka kematian bayi telah menurun menjadi setengah dari angka kematian bayi pada periode 2005-2010.[218] Negeri ini mengalami kekurangan tenaga medis profesional, dan terjadi pula kelangkaan dan ketidaktersediaan obat.[219] Delapan puluh tujuh persen penduduk memiliki akses kesehatan, namun hanya ada dua doktor dan dua tenaga paramedis per 100.000 orang.[220] Pemerintah mencoba memperbaiki keadaan ini sebagai bagian dari Visi 2020. Pada tahun 2008, pemerintah mengalokasikan 9,7% pengeluaran nasional untuk kesehatan, dibandingkan dengan 3,2% pada tahun 1996.[219] Pemerintah juga mendirikan institut pelatihan seperti Institut Kesehatan Kigali.[221] Asuransi kesehatan diwajibkan untuk semua orang pada tahun 2008;[222] pada tahun 2010, lebih dari 90% telah terdaftar dalam asuransi.[223] Prevalensi beberapa penyakit telah berkurang, seperti pemberantasan tetanus maternal dan neonatal[224] serta malaria,[225] namun profil kesehatan Rwanda masih didominasi oleh penyakit menular.[224] Prevalensi HIV/AIDS di Rwanda diklasifikasikan sebagai epidemik umum oleh Organisasi Kesehatan Dunia; diperkirakan 7,3% penduduk kota dan 2,2% penduduk desa yang berumur antara 15 hingga 49 tahun mengidap HIV positif.[225]
Pemerintahan
Umum
Koordinat: 1°56′25″LU 29°52′26″BT
Penduduk Rwanda relatif muda dan masih didominasi pedesaan, sementara kepadatan penduduknya merupakan salah satu yang tertinggi di Afrika. Di Rwanda terdapat tiga kelompok: Hutu, Tutsi, dan Twa. Twa adalah pigmi yang tinggal di hutan dan merupakan keturunan dari penduduk paling pertama Rwanda, namun para ahli masih belum sepakat mengenai asal usul dan perbedaan antara Hutu dan Tutsi; beberapa meyakini bahwa keduanya merupakan kasta sosial, sementara yang lain memandangnya sebagai ras atau suku. Kekristenan adalah agama mayoritas di Rwanda, dan bahasa utamanya adalah Bahasa Kinyarwanda, yang dituturkan oleh sebagian besar penduduk Rwanda. Sistem pemerintahan di Rwanda adalah sistem presidensial. Presiden Rwanda adalah Paul Kagame dari Partai Front Patriotik Rwanda (FPR), yang mulai berkuasa pada tahun 2000. Rwanda memiliki tingkat korupsi yang rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangganya, namun organisasi-organisasi kemanusiaan menyatakan penindasan terhadap golongan oposisi, intimidasi, dan pelarangan dalam kebabasan berpendapat. Negara ini telah diperintah oleh pemerintah administrasi hierarki yang ketat sejak masa pra-kolonial. Di sana sekarang ada 5 provinsi, yang digariskan oleh batas yang digambar pada tahun 2006.
Pemburu-pengumpul menetap menetap di wilayah ini pada Zaman Batu dan Zaman Besi, diikuti oleh Suku Bantu. Penduduk pun bersatu, pertama-tama sebagai klan lalu menjadi kerajaan. Kerajaan Rwanda mendominasi dari masa pertengahan abad ke-18, dengan raja-raja Tutsi yang menguasai yang lain secara militer, memusatkan kekuasaan, dan kemudian mengesahkan kebijakan anti-Hutu. Jerman menjajah Rwanda pada tahun 1884, diikuti oleh Belgia, yang menginvasi pada tahun 1916 saat Perang Dunia I. Kedua negara Eropa tersebut memerintah melalui raja-raja dan menetapkan kebijakan pro-Tutsi. Penduduk Hutu memberontak pada tahun 1959, membantai Suku Tutsi dalam jumlah besar dan akhirnya mendirikan negara bebas yang didominasi oleh Hutu pada tahun 1962. Front Patriotik Rwanda yang dipimpin oleh Tutsi melancarkan Perang Saudara Rwanda pada tahun 1990, lalu diikuti oleh Pembantaian Rwanda tahun 1994. Dalam peristiwa tersebut, ekstremis Hutu membunuh sekitar 500.000 sampai 1 juta (perkiraan) Tutsi dan kaum Hutu moderat.
Ekonomi Rwanda mengalami kekacauan selama Pembantaian Rwanda 1994, namun setelah itu menguat. Ekonominya didasarkan terutama pada sektor agrikultur. Kopi dan teh merupakan komoditas ekspor yang menjadi sumber devisa utama. Pariwisata merupakan sektor yang berkembang pesat dan kini merupakan sumber devisa utama; di negara ini gorila pegunungan dapat dikunjungi dengan aman, dan wisatawan siap membayar mahal untuk memperoleh izin melacak gorila. Musik dan tari merupakan bagian penting dalam budaya Rwanda, terutama drum dan tari intore. Seni dan kerajinan tradisional juga dibuat di seluruh negeri, seperti imigongo, seni kotoran sapi yang unik.
Daftar isi
Sejarah
Manusia mulai menetap di wilayah yang saat ini dikenal sebagai Rwanda setelah zaman es terakhir, antara periode Neolitik sekitar tahun 8000 SM atau periode lembab panjang yang berlangsung hingga sekitar tahun 3000 SM.[5] Bukti permukiman pemburu-pengumpul yang tersebar dari zaman batu akhir telah ditemukan, yang kemudian diikuti oleh pemukim Zaman Besi yang jumlahnya lebih besar, yang membuat tembikar berlesung dan alat besi.[6][7] Orang-orang tersebut merupakan ennek moyang Twa, sekelompok pemburu-pengumpul pigmi aborigin yang masih menetap di Rwanda hingga kini.[8] Antara tahun 700 SM dan 1500 M, sejumlah orang Bantu bermigrasi ke Rwanda, dan mulai menebang hutan untuk pertanian.[9][8] Kelompok Twa yang tinggal di hutan kehilangan tempat tinggal mereka dan pindah ke leren pegunungan.[10] Terdapat beberapa teori mengenai migrasi Bantu; menurut satu teori, pemukim pertama adalah orang Hutu, sementara orang Tutsi bermigrasi belakangan dan merupakan kelompok ras yang berbeda, kemungkinan berasal dari kelompok Kushitik.[11] Sementara itu, berdasarkan teori alternatif, migrasi berlangsung perlahan, dan kelompok yang datang berintegrasi dan tidak menaklukan masyarakat yang sudah ada.[12][8] Berdasarkan teori ini, pemisahan antara Hutu dan Tutsi baru muncul belakangan dan merupakan pemisahan kelas dan bukan rasial.[13][14]Bentuk organisasi sosial pertama di wilayah Rwanda adalah klan (ubwoko).[15] Sistem klan ada di seluruh wilayah Danau Besar, dan terdapat sekitar dua puluh klan di wilayah Rwanda.[16] Klan tidak dibatasi oleh garis silsilah atau wilayah geografis, dan di sebagian besar klan terdapat orang Hutu, Tutsi, dan Twa.[16] Dari abad ke-15, klan mulai bersatu menjadi kerajaan;[17] pada tahun 1700, terdapat sekitar delapan kerajaan di Rwanda.[18] Salah satu di antaranya, yaitu Kerajaan Rwanda dikuasai oleh klan Nyiginya Tutsi yang menjadi semakin dominan pada pertengahan abad ke-18.[19] Kerajaan tersebut mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-19 di bawah masa kekuasaan Raja Kigeli Rwabugiri. Rwabugiri menaklukan beberapa negara yang lebih kecil, memperluas wilayah ke barat dan utara,[20][19] serta melancarkan reformasi administratif; salah satunya adalah ubuhake, yang mengharuskan pelindung Tutsi untuk menyerahkan ternak, dan maka status istimewa, kepada klien Hutu atau Tutsi dan memperoleh jasa ekonomi dan personal sebagai gantinya.[21] Reformasi lain adalah uburetwa, yaitu sistem corvée yang mengharuskan Hutu bekerja untuk kepala suku Tutsi.[20] Perubahan yang dilancarkan oleh Rwabugiri mengakibatkan munculnya jurang antara Hutu dan Tutsi.[20] Status orang Twa lebih baik daripada masa pra-kerajaan, dengan beberapa di antaranya menjadi penari di istana kerajaan,[10] namun jumlah mereka terus berkurang.[22]
Konferensi Berlin tahun 1884 menetapkan wilayah Rwanda sebagai bagian dari Kekaisaran Jerman, sehingga memulai masa penjajahan. Penjelajah Gustav Adolf von Götzen adalah orang Eropa pertama yang menjelajahi negara ini pada tahun 1894; ia menyeberang dari wilayah tenggara hingga Danau Kivu dan bertemu dengan sang raja.[23][24] Jerman tidak banyak mengubah struktur sosial Rwanda, namun menancapkan kekuasaan dengan mendukung raja dan hierarki yang ada serta mendelegasikan kekuasaan kepada kepala suku setempat.[25] Tentara Belgia mengambil alih Rwanda dan Burundi selama Perang Dunia I, dan memulai periode penjajahan yang lebih langsung.[26] Belgia menyerdehanakan dan memusatkan struktur kekuasaan,[27] serta memulai proyek berskala besar dalam bidang pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, dan pengawasan agrikultur, termasuk tanaman baru dan pemutakhiran tekhnik agrikultur untuk mengurangi kelaparan.[28] Baik orang Jerman maupun orang Belgia mendukung supremasi Tutsi, serta menganggap Hutu dan Tutsi sebagai ras yang berbeda.[29] Pada tahun 1935, Belgia memperkenalkan kartu identitas yang melabeli setiap orang sebagai Tutsi, Hutu, Twa, atau dinaturalisasi. Sementara sebelumnya seorang Hutu yang kaya dapat menjadi Tutsi yang terhormat, kartu identitas menghentikan perpindahan antara kedua kelas.[30]
Belgium terus menguasai Rwanda sebagai Wilayah Kepercayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah Perang Dunia II, dengan mandat untuk mengawal kemerdekaan.[31][32] Ketegangan menguat antara Tutsi, yang mendukung kemerdekaan awal, dan pergerakan emansipasi Hutu, yang berujung kepada Revolusi Rwanda 1959: aktivis Hutu mulai membunuh orang Tutsi, dan memaksa lebih dari 100.000 orang mengungsi ke negara tetangga.[33][34] Pada tahun 1962, Belgia yang kini pro-Hutu mengadakan referendum dan pemilihan umum, dan mereka memilih menghapuskan monarki. Rwanda dipisahkan dari Burundi dan memperoleh kemerdekaan pada tahun 1962.[35] Kekerasan berlanjut karena Tutsi yang mengungsi mulai menyerang dari negara tetangga dan Hutu membalas dengan pembunuhan dan penindasan berskala besar.[36] Pada tahun 1973, Juvénal Habyarimana melancarkan kudeta dan mulai berkuasa. Diskriminasi pro-Hutu berlanjut, namun kesejahteraan ekonomi meningkat sementara kekerasan terhadap orang Tutsi berkurang.[37] Orang Twa tetap termarjinalisasi, dan pada tahun 1990 hampir sepenuhnya diusir dari hutan oleh pemerintah; banyak yang kemudian menjadi pengemis.[38] Sementara itu, jumlah penduduk Rwanda yang meningkat dari 1,6 juta pada tahun 1934 menjadi 7,1 juta pada tahun 1989 mengakibatkan munculnya persaingan memperebutkan tanah.[39]
Pada tahun 1990, Front Patriotik Rwanda, pemberontak yang kebanyakan terdiri dari pengungsi Tutsi, menyerang Rwanda utara, dan memulai Perang Saudara Rwanda.[40] Kedua pihak mampu mencapai keunggulan selama perang,[41] namun pada tahun 1992 perang telah melemahkan kekuasaan Habyarimana; demonstrasi besar-besaran memaksanya untuk berkoalisi dengan oposisi dan akhirnya menandatangani Persetujuan Arusha 1993 dengan Front Patriotik Rwanda.[42] Gencatan senjata berakhir pada tanggal 6 April 1994 ketika pesawat Habyarimana ditembak di dekat Bandar Udara Kigali, sehingga menewaskan sang presiden.[43] Penembakan ini memicu Genosida Rwanda, yang meletus dalam selang waktu beberapa jam. Selama sekitar 100 hari, sekitar 500.000 hingga 1.000.000[44] Tutsi dan Hutu moderat dibantai dalam serangan yang telah direncanakan dengan baik atas perintah pemerintahan interim.[45] Banyak orang Twa yang juga dibunuh, meskipun tidak ditarget secara langsung.[38] Front Patriotik Rwanda memulai kembali serangan mereka, menguasai negara perlahan-lahan, dan berhasil menguasai seluruh Rwanda pada pertengahan Juli.[46] Tanggapan internasional terhadap Genosida Rwanda sangat minim karena negara-negara besar merasa enggan untuk memperkuat pasukan pemelihara perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa yang sudah kewalahan.[47] Ketika Front Patriotik Rwanda mengambil alih kekuasaan, kurang lebih dua juta Hutu mengungsi ke negara tetangga, terutama Zaire, karena takut akan pembalasan;[48] selain itu, angkatan bersenjata yang dipimpih oleh Front Patriotik Rwanda merupakan salah satu partisipan utama dalam Perang Kongo Pertama dan Kedua.[49] Di Rwanda sendiri, periode rekonsiliasi dan keadilan dimulai, dengan didirikannya Pengadilan Kriminal Internasional untuk Rwanda dan pendirian kembali Gacaca, sistem pengadilan desa tradisional. Selama tahun 2000-an, ekonomi, jumlah wisatawan, dan Indeks Pembangunan Manusia Rwanda meningkat pesat[50][51] antara 2006 dan 2011 angka kemiskinan berkurang dari 57 hingga 45 persen,[52] dan tingkat kematian anak-anak menurun dari 180 per 1000 kelahiran pada tahun 2000 2000 menjadi 111 per 1000 kelahiran pada tahun 2009.[53]
Politik dan pemerintahan
Presiden Rwanda adalah kepala negara,[54] dan punya beragam wewenang seperti membuat kebijakan bersama Kabinet,[55] menjalankan prerogatif belas kasihan,[56] mengomandi angkatan bersenjata,[57] menegosiasikan dan meratifikasi traktat,[58] menandatangani perintah presiden,[59] dan menyatakan perang atau keadaan darurat.[57] Presiden dipilih melalui pemilihan umum setiap tujuh tahun,[60] serta dapat menunjuk Perdana Menteri dan anggota Kabinet.[61] Presiden Rwanda saat ini adalah Paul Kagame, yang mulai berkuasa setelah pendahulunya, Pasteur Bizimungu, mengundurkan diri pada tahun 2000. Kagame kemudian memenangkan pemilihan umum tahun 2003 dan 2010,[62][63] meskipun organisasi hak asasi manusia mengkritik pemilu tersebut karena adanya penekanan politik dan kebebasan berpendapat.[64]Konstitusi Rwanda saat ini ditetapkan melalui referendum nasional pada tahun 2003, yang menggantikan konstitusi transisional yang berlaku semenjak tahun 1994.[65]Konstitusi saat ini mengamanatkan sistem pemerintahan multi partai dan politik yang didasarkan atas demokrasi dan pemilihan umum.[66] Namun, konstitusi juga mengatur partai politik. Menurut Pasal 54, organisasi politik tidak boleh didasarkan pada ras, etnis, suku, klan, daerah, seks, agama, atau pembagian lain yang dapat mengarah ke diskriminasi.[67] Pemerintah juga telah menetapkan hukum yang mengkriminalkan ideologi genosida, yang meliputi intimidasi, pidato fitnah, penolakan genosida, dan pengejekan korban.[68] Menurut Human Rights Watch, hukum tersebut secara efektif menjadikan Rwanda negara satu partai, karena "di bawah selubung mencegah genosida lain, pemerintah menunjukkan ketidaktoleran terhadap perbedaan pendapat yang paling mendasar".[69] Amnesty International juga bersikap kritis dan menyatakan bahwa hukum ideologi genosida telah digunakan untuk "membungkam perbedaan pendapat, termasuk kritik terhadap partai FPR yang sedang berkuasa dan tuntutan keadilan terhadap kejahatan perang yang dilakukan oleh FPR".[70]
Parlemen Rwanda terdiri dari dua kamar. Parlemen membuat undang-undang dan diamanatkan oleh konstitusi untuk mengawasi kegiatan Presiden dan Kabinet.[71] Majelis rendah adalah Dewan Perwakilan, yang terdiri dari 80 anggota yang menjabat selama lima tahun. Dua puluh empat dari jabatan tersebut disiapkan khusus untuk perempuan, yang dipilih melalui majelis pejabat pemerintahan daerah gabungan; tiga kursi lain disiapkan untuk anak muda dan orang cacat; 53 kursi sisanya dipilih melalui hak pilih universal di bawah sistem perwakilan proporsional.[72] Setelah pemilihan umum tahun 2008, terdapat 45 perwakilan perempuan, sehingga menjadikan Rwanda satu-satunya negara yang mayoritas anggota parlemennya perempuan.[73] Majelis tinggi adalah Senat, yang terdiri dari 26 kursi. Anggotanya dipilih oleh berbagai lembaga. Minimal tiga puluh persen senator haruslah perempuan. Senator menjabat selama delapan tahun.[74]
Sistem hukum Rwanda banyak didasarkan dari sistem hukum sipil Jerman serta Belgia dan hukum adat.[75] Yudikatif independen dari eksekutif,[76] walaupun Presiden dan Senat terlibat dalam penunjukkan hakim Mahkamah Agung.[77] Human Rights Watch telah memuji pemerintah Rwanda karena kemajuan dalam penegakan keadilan seperti penghapusan hukuman mati[78] namun juag anggota pemerintahan dituduh melakukan campur tangan terhadap yudikatif, seperti penunjukan hakim yang didasari motif politik, penyalahgunaan wewenang jaksa, dan tekanan terhadap hakim agar membuat keputusan tertentu.[79] Menurut konstitusi terdapat dua jenis pengadilan: biasa dan khusus.[80] Pengadilan biasa meliputi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan pengadilan daerah, sementara pengadilan khusus meliputi pengadilan militer dan pengadilan tradisional Gacaca, yang didirikan kembali untuk mempercepat pengadilan tersangka pelaku genosida.[81]
Tingkat korupsi Rwanda relatif rendah bila dibandingkan dengan sebagian besar negara Afrika lainnya; pada tahun 2010, menurut Transparency International, Rwanda adalah negara terbersih kedelapan dari 47 negara di Afrika Sub-Sahara dan terbersih ke-66 dari 178 negara di dunia.[82] Konstitusi mengamanatkan Ombudsman untuk mencegah dan memberantas korupsi.[83][84] Pejabat (termasuk Presiden) juga diharuskan oleh konstitusi untuk mendeklarasikan kekayaan mereka kepada Ombudsman dan umum; apabila tidak, jabatannya akan ditangguhkan.[85]
Front Patriotik Rwanda (FPR) telah menjadi partai politik yang dominan semenjak tahun 1994. FPR menguasai kursi kepresidenan dan parlemen, dan jumlah suaranya biasanya melebihi 70 persen. FPR dipandang sebagai partai yang didominasi Tutsi, namun didukung oleh rakyat, dan dipuji karena mampu menjaga perdamaian, stabilitas, dan pertumbuhan ekonomi.[86] Organisasi hak asasi manusia seperti Amnesty International dan Freedom House mengklaim bahwa pemerintah menekan kebebasan kelompok oposisi dengan membatasi kandidat untuk partai yang bersahabat dengan pemerintah saja, meredam demonstrasi, dan menangkap pemimpin oposisi dan jurnalis.[70][87]
Rwanda adalah anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa,[88] Uni Afrika, Francophonie[89], Komunitas Afrika Timur[90], dan Negara-Negara Persemakmuran[91]. Selama bertahun-tahun pada masa jabatan Habyarimana, Rwanda memiliki hubungan yang dekat dengan Perancis, dan juga Belgia.[92] Akan tetapi, di bawah pemerintahan FPR, Rwanda berupaya mengeratkan hubungan dengan negara tetangga di Afrika Timur dan dengan negara berbahasa Inggris. Hubungan diplomatik dengan Perancis ditangguhkan dari tahun 2006 hingga 2010 akibat pendakwaan pejabat Rwanda oleh hakim Perancis.[93] Hubungan dengan Republik Demokratik Kongo menegang akibat keterlibatan Rwanda dalam Perang Kongo Pertama dan Kedua;[49] tentara Kongo menuduh bahwa Rwanda menyerang mereka, sementara Rwanda menyalahkan pemerintahan Kongo karena gagal memadamkan pemberontakan Hutu di provinsi Kivu Utara dan Selatan.[94][95] Hubungan Rwanda dengan Uganda juga menegang pada tahun 2000an akibat bentrokan antar angkatan bersenjata kedua negara pada tahun 1999 saat masing-masing negara mendukung kelompok pemberontak yang saling bertikai selama Perang Kongo Kedua.[96] Pada tahun 2012, hubungan dengan Uganda dan Republik Demokratik Kongo telah membaik.[96][97]
Pembagian administratif
Hierarki ketat telah diterapkan semenjak masa pra-penjajahan.[98] Sebelum penjajahan, Raja (Mwami) menetapkan sistem provinsi, distrik, bukit, dan ketetanggaan.[99] Konstitusi Rwanda membagi negara ini berdasarkan provinsi (intara), distrik (uturere), kota besar, munisipalitas, kota kecil, sektor (imirenge), sel (utugari), dan desa (imidugudu); pembagian daerah dan perbatasannya diatur oleh Parlemen.[100]Kelima provinsi berperan sebagai penengah antara pemerintahan nasional dan distrik untuk memastikan agar kebijakan nasional juga diterapkan di tingkat distrik. "Kerangka Strategis Desentralisasi Rwanda" yang dikembangkan oleh Menteri Pemerintahan Daerah membebankan tanggung jawab kepada provinsi untuk "mengatur masalah pemerintahan di Provinsi, dan juga pemantauan dan evaluasi."[101] Setiap provinsi dikepalai oleh seorang gubernur, yang ditunjuk oleh Presiden dan disetujui oleh Senat.[102] Distrik-distrik bertanggung jawab untuk mengatur layanan umum dan pengembangan ekonomi. Distrik dibagi menjadi sektor, yang bertanggung jawab akan layanan umum yang dimandatkan oleh distrik.[103] Di tingkat distrik dan sektor terdapat sebuah dewan yang dipilih secara langsung dan dijalankan oleh komite eksekutif yang dipilih oleh dewan tersebut.[104] Sel dan desa adalah daerah tingkat terkecil, dan berperan sebagai penghubung antara rakyat dengan sektor.[103] Semua penduduk dewasa merupakan anggota dari dewan sel lokal, yang juga dikepalai oleh komite eksekutif yang dipilih oleh dewan tersebut.[104] Sementara itu, kota Kigali merupakan sebuah otoritas tingkat provinsi yang mengatur perencanaan kota.[101]
Perbatasan saat ini ditetapkan pada tahun 2006 untuk mendesentralisasikan kekuasaan dan menghapuskan kaitan dengan sistem lama dan genosida. Struktur lama yang terdiri dari dua belas provinsi yang berpusat di sekitar kota-kota besar digantikan oleh lima provinsi yang didasarkan pada geografi.[105] Provinsi tersebut adalah Provinsi Utara, Provinsi Selatan, Provinsi Timur, Provinsi Barat, dan Munisipalitas Kigali di pusat.
Geografi
Dengan luas sebesar 26,338 square kilometres (10,169 sq mi), Rwanda adalah negara terluas ke-149 di dunia.[106] Ukurannya kurang lebih sebanding dengan Haiti atau negara bagian Maryland di Amerika Serikat.[75][107] Seluruh negara berada di elevasi tinggi: titik terendahnya adalah Sungai Rusizi pada ketinggian 950 metres (3,117 ft) di atas permukaan laut.[75] Rwanda terletak di Afrika Tengah/Timur, dan berbatasan dengan Republik Demokratik Kongo di barat, Uganda di utara, Tanzania di timur, dan Burundi di selatan.[75] Negara ini terletak beberapa derajat dari garis khatulistiwa dan terkurung daratan.[93] Ibukotanya, Kigali, terletak di tengah Rwanda.[108]Batas air antara daerah aliran sungai Kongo dan Nil mengalir dari utara ke selatan melalui Rwanda.[109] Sungai terpanjang di negara ini adalah Nyabarongo, yang mulai mengalir di barat daya, dan kemudian mengalir ke utara, timur, dan tenggara sebelum bergabung dengan Sungai Ruvubu untuk membentuk Sungai Kagera; Kagera lalu mengalir ke utara di sepanjang perbatasan timur dengan Tanzania. Nyabarongo-Kagera akhirnya mengalir ke Danau Victoria, dan sumbernya di Hutan Nyungwe merupakan salah satu kandidat sumber Sungai Nil yang masih belum ditentukan.[110] Rwanda punya banyak danau, dan danau yang terbesar adalah Danau Kivu. Danau ini menduduki dasar Celah Albertine di sepanjang perbatasan barat Rwanda. Dengan kedalaman maksimal sebesar 480 metres (1,575 ft),[111] Danau Kivu merupakan salah satu dari dua puluh danau terdalam di dunia.[112] Danau besar lain meliputi Danau Burera, Ruhondo, Muhazi, Rweru, dan Ihema.[113]
Pegunungan mendominasi Rwanda tengah dan barat; pegunungan tersebut merupakan bagian dari Pegunungan Celah Albertine.[114] Puncak-puncak tertinggi dapat ditemui di gugusan gunung berapi Virunga di barat laut; dengan ketinggian 4,507 metres (14,787 ft), titik tertinggi adalah Gunung Karisimbi.[115] Ketinggian bagian barat negara, yang terletak di ekoregion hutan montane Celah Albertine,[114] bervariasi antara 1,500 metres (4,921 ft) hingga 2,500 metres (8,202 ft).[116] Daerah tengah negara didominasi oleh bukit yang berombak-ombak, sementara perbatasan timur terdiri dari sabana, dataran, dan rawa-rawa.[117]
Rwanda memiliki iklim tropis dan sedang, dengan suhu yang lebih rendah dibanding negara khatulistiwa lainnya karena ketinggiannya.[93] Kigali, yang terletak di tengah negara, memiliki suhu harian yang bervariasi antara 12 °C (54 °F) hingga 27 °C (81 °F), dengan sedikit variasi sepanjang tahun.[118] Terdapat beberapa variasi suhu di seluruh negara; wilayah barat dan utara yang bergunung biasanya lebih dingin daripada daerah timur yang lebih rendah.[119] Terdapat dua musim hujan dalam satu tahun; musim hujan pertama berlangsung dari Februari hingga Juni, dan musim hujan kedua dari September hingga Desember. Selain itu, juga terdapat dua musim kemarau: musim kemarau besar dari Juni hingga September, dan saat itu seringkali tidak terjadi hujan sama sekali, sementara musim kemarau yang lebih pendek dan ringan berlangsung dari Desember hingga Februari.[120] Curah hujan bervariasi, dengan wilayah barat dan barat laut mendapat lebih banyak hujan daripada wilayah timur dan tenggara.[121]
[sembunyikan]Data iklim Kigali, Rwanda | |||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Bulan | Jan | Feb | Mar | Apr | Mei | Jun | Jul | Agt | Sep | Okt | Nov | Des | Tahun |
Rata-rata tertinggi °C (°F) | 25 | 25 | 25 | 25 | 24 | 24 | 26 | 27 | 27 | 26 | 25 | 25 | 27 |
Rata-rata terendah °C (°F) | 14 | 13 | 14 | 14 | 14 | 13 | 12 | 13 | 14 | 14 | 14 | 14 | 12 |
Presipitasi mm (inci) | 111 | 156 | 140 | 183 | 164 | 23 | 7 | 27 | 63 | 102 | 110 | 93 | 1179 |
Sumber: BBC Weather [122] |
Biodiversitas
Pada zaman prasejarah, hutan montane meliputi sepertiga dari wilayah Rwanda. Vegetasi yang muncul secara alami saat ini hanya terbatas di tiga Taman Nasional, sementara agrikultur teras mendominasi wilayah Rwanda.[123] Di Nyungwe, hutan terbesar yang masih tersisa, terdapat 200 spesies pohon dan juga anggrek dan begonia.[124] Vegetasi di Taman Nasional Volcans kebanyakan adalah bambu dan moorland, sementara luas hutan relatif kecil.[123] Sebaliknya, Akagera memiliki ekosistem sabana yang didominasi oleh acacia. Terdapat beberapa spesies tumbuhan yang terancam di Akagera, seperti Markhamia lutea dan Eulophia guineensis.[125]Diversitas mamalia besar dapat ditemui di tiga Taman Nasional, yang merupakan wilayah konservasi.[126] Di Akagera terdapat hewan-hewan sabana seperti jerapah dan gajah,[127] sementara di Volcans hidup sekitar sepertiga populasi gorilla pegunungan dunia.[128] Di Hutan Nyungwe terdapat tiga belas spesies primata seperti simpanse dan kolobus Ruwenzori.[129]
Terdapat 670 spesies burung di Rwanda, yang bervariasi di timur dan barat.[130] Di Hutan Nyungwe di barat tercatat 280 spesies, dan 26 di antaranya endemik di Celah Albertine;[130] spesies endemik contohnya adalah Turaco Ruwenzori dan Pternistis nobilis.[131] Sebaliknya, di Rwanda Timur hidup burung-burung sabana seperti Laniarius erythrogaster dan burung rawa-rawa dan danau seperti bangau dan burung jenjang.[130]
Ekonomi
Ekonomi Rwanda mengalami kehancuran pada saat Genosida 1994 karena korban jiwa, kehancuran infrastruktur, penjarahan, dan pengabaian tanaman panen. Hal ini mengakibatkan merosotnya Produk Domestik Bruto (PDB) dan menghancurkan daya tarik investasi.[75] Semenjak itu, ekonomi telah menguat, dengan PDB per kapita (berdasarkan keseimbangan kemampuan berbelanja) tercatat sebesar $1.284 pada tahun 2011,[3] dibandingkan dengan $416 pada tahun 1994.[132] Tujuan ekspor utama meliputi Cina, Jerman, dan Amerika Serikat.[75] Ekonomi diatur oleh Bank Nasional Rwanda dan mata uangnya adalah franc Rwanda; pada Juni 2010, nilai tukarnya adalah 588 franc untuk satu dollar Amerika Serikat.[133] Rwanda bergabung dengan Komunitas Afrika Timur pada tahun 2007 dan ada rencana untuk menetapkan shilling Afrika Timur pada tahun 2015.[134]Rwanda hanya memiliki sedikit sumber daya alam,[93] dan ekonomi bergantung pada sektor agrikultur teras yang menggunakan alat sederhana[135] Diperkirakan 90% dari peternakan dan agrikultur meliputi 42,1% dari PDB pada tahun 2010.[75] Semenjak pertengahan tahun 1980an, peternakan dan produksi makanan berkurang akibat perpindahan tempat tinggal orang yang terlantar.[136][137] Meskipun ekosistem Rwanda subur, produksi makanan tidak sejalan dengan pertumbuhan penduduk, sehingga makanan harus diimpor.[75]
Hasil panen meliputi kopi, teh, piretrum, pisang, kacang, sorgum, dan kentang. Kopi dan teh adalah komoditas ekspor utama karena didukung oleh elevasi tinggi, lereng curam, dan tanah vulkanik. Namun, ebergantungan kepada ekspor agrikultur mengakibatkan kerentanan terhadap perubahan harga.[138] Sementara itu, hewan yang diternak di Rwanda meliputi sapi, kambing, domba, babi, ayam, dan kelinci.[139] Sistem produksi biasanya masih tradisional, meskipun ada beberapa peternakan intensif di sekitar Kigali.[139] Sayangnya, kelangkaan tanah dan air, makanan yang tidak cukup dan berkualitas rendah, dan penyakit serta layanan dokter hewan yang tidak cukup merupakan penghambat maksimalisasi hasil ternak. Di sisi lain, sektor perikanan dapat ditemui di danau, akan tetapi sumber dayanya hampir habis, sehingga ikan hidup diimpor untuk memulihkan industri ini.[140]
Sektor industri masih kecil, dan meliputi 14,3 dari PDB pada tahun 2010.[75] Produk yang dihasilkan contohnya adalah semen, produk agrikultur, minuman berskala kecil, sabun, furnitur, sepatu, barang plastik, tekstik, dan rokok.[75] Industri penambangan Rwanda juga merupakan sektor yang penting; pada tahun 2008, sektor ini menghasilkan $93 juta.[141] Barang tambang meliputi kasiterit, wolframit, emas, dan koltan, yang digunakan untuk produksi alat elektronik dan komunikasi seperti telepon genggam.[141][142]
Sektor jasa Rwanda mengalami kemunduran selama resesi global akhir dasawarsa 2000-an karena berkurangnya pinjaman bank, bantuan asing, dan investasi.[143] Sektor ini melambung kembali pada tahun 2010, menjadi sektor terbesar negara berdasarkan hasil dan meliputi 43,6% PDB.[75] Penyumbang tersier utama meliputi sektor perbankan dan keuangan, usaha grosir dan eceran, hotel dan restoran, transportasi, gudang, komunikasi, asuransi, lahan yasan, jasa perniagaan, dan tata usaha umum seperti pendidikan dan kesehatan.[143] Pariwisata merupakan sektor yang berkembang paling pesat dan menjadi sumber devisa utama pada tahun 2011.[144] Meskipun memiliki sejarah genosida, Rwanda semakin dipandang sebagai tujuan wisata yang aman;[145] Direktorat Imigrasi dan Emigrasi mencatat bahwa 405.801 datang mengunjungi negara ini antara Januari dan Juni 2011, dengan 16% di antaranya berasal dari luar Afrika.[146] Pendapatan dari sektor pariwisata diperkirakan sebesar US$115,6 juta antara Januari dan Juni 2011; orang yang berlibur menyumbang sekitar 43% dari pendapatan tersebut, meskipun persentasenya hanya 9%.[146] Di Rwanda, gorila pegunungan dapat dikunjungi dengan aman; pelacakan gorila di Taman Nasional Volcans menarik ribuan pengunjung setiap tahunnya, yang siap membayar mahal untuk memperoleh izin.[147] Tujuan wisata lainnya adalah Hutan Nyungwe (tempat tinggal simpanse, kolobus Ruwenzori dan primata lainnya), resor di Danau Kivu, serta Akagera (cagar sabana di wilayah timur Rwanda).[148]
Media dan komunikasi
Stasiun radio dan televisi terbesar di Rwanda dijalankan oleh negara. Sebagian besar orang Rwanda memiliki akses ke radio dan Radio Rwanda merupakan sumber berita utama di negara. Akses televisi hanya terbatas di wilayah perkotaan.[149] Media sangat dibatasi dan koran seringkali menyensor beritanya untuk menghindari balasan dari pemerintah.[149] Namun, publikasi dalam bahasa Kinyarwanda, Inggris, dan Perancis yang kritis terhadap pemerintah banyak tersedia di Kigali. Batasan meningkat menjelang pemilu presiden 2010, dengan dua koran independen, yaitu Umuseso dan Umuvugizi, ditangguhkan selama enam bulan oleh High Media Council.[150]Rwandatel adalah perusahaan telekomunikasi tertua di Rwanda. Perusahaan ini menyediakan 23.000 jaringan tetap, sebagian besar untuk institusi pemerintah, bank, lembaga swadaya masyarakat, dan kedutaan.[151] Tingkat langganan jaringan tetap swasta sendiri masih rendah. Pada tahun 2011, penetrasi telepon genggam Rwanda tercatat sebesar 35%, naik 1% dibanding tahun sebelumnya.[152] Layanan ponsel terbesar adalah MTN, yang memiliki 2,5 juta pelanggan, sementara Tigo, layanan terbesar kedua, memiliki 700.000 pelanggan.[152] Layanan ponsel ketiga yang dijalankan oleh Bharti Airtel telah diluncurkan pada tahun 2012.[153] Rwandatel juga mengoperasikan layanan telepon genggam, namun regulator industri mencabut lisensinya pada April 2011 karena kegagalan perusahaan tersebut dalam mencapai komitmen investasi yang telah disepakati.[154] Tingkat penetrasi internet masih rendah, namun meningkat pesat; pada tahun 2010, terdapat 7,7 pengguna internet per 100 orang, dibandingkan 2,1 per 100 pada tahun 2007.[155] Pada tahun 2011, jaringan komunikasi serat optik sepanjang 2,300 kilometres (1,400 mi) yang menyediakan layanan jalur lebar (broadband) dan memfasilitasi perniagaan elektronik telah selesai dipasang.[156] Jaringan ini terhubung dengan SEACOM, kabel serat optik bawah laut yang menghubungkan komunikasi di Afrika selatan dan timur. Di Rwanda, kabel tersebut terbentang di jalan-jalan besar, menghubungkan kota-kota di seluruh negara.[156] Layanan ponsel MTN juga menjalankan internet nirkabel yang dapat diakses di sebagian besar Kigali melalui abonemen prabayar.[157]
Infrastruktur
Pemerintah Rwanda memprioritaskan pendanaan pengembangan persediaan air selama dasawarsa 2000an.[158] Pendanaan ini, bersama dengan dukungan donatur, membuahkan hasil, yaitu peningkatan pesat akses air bersih; pada tahun 2008, 73% penduduk memperoleh akses ke air bersih, dibandingkan 55% pada tahun 2005.[158] Infrastruktur air negara meliputi sistem perkotaan dan pedesaan yang mengalirkan air ke publik, terutama melalui pipa goyang (standpipe) dan koneksi swasta ke wilayah perkotaan. Di daerah yang tidak dilayani oleh sistem tersebut, pompa tangan dan mata air digunakan.[159] Meskipun curah hujan tercatat melebihi 100 centimetres (39 in) setiap tahunnya di banyak wilayah,[118] air hujan tidak banyak dimanfaatkan.[159] Akses ke sanitasi tetap rendah; berdasarkan perkiraan PBB pada tahun 2006, hanya 34% penghuni perkotaan dan 20% penghuni pedesaan yang memiliki akses ke sanitasi yang layak.[160] Kebijakan pemerintah untuk memperbaiki sanitasi masih kurang dan lebih tertumpu kepada wilayah perkotaan.[160] Sebagian besar penduduk, baik di kota maupun di desa, menggunakan sanitasi publik.[160]Hingga dasawarsa 2000an, listrik Rwanda hampir sepenuhnya dihasilkan oleh pembangkit listrik hidroelektrik; pembangkit listrik di Danau Burera dan Ruhondo menghasilkan 90% listrik negara.[161] Akibat curah hujan yang rendah dan aktivitas manusia seperti penghisapan lahan basah Rugezi untuk penanaman dan penggembalaan, ketinggian air kedua danau tersebut menurun drastis semenjak tahun 1990; pada tahun 2004, ketinggian air telah berkurang hingga 50%, sehingga mengakibatkan jatuhnya produksi listrik di kedua pembangkit listrik tersebut.[162] Peristiwa ini, ditambah dengan meningkatnya permintaan karena pertumbuhan ekonomi, mengakibatkan kekurangan dan pemadaman listrik pada tahun 2004.[162] Pemerintah menanggapi dengan memasang generator diesel di sebelah utara Kigali; pada tahun 2006, generator tersebut menghasilkan 56% listrik negara, namun sangat mahal.[162] Pemerintah menetapkan beberapa kebijakan untuk menyelesaikan masalah ini, seperti merehabilitasi lahan basah Rugezi, yang memasok air ke Burera dan Ruhondo, serta membuat skema pemanfaatan gas metana dari Danau Kivu, yang diperkirakan akan meningkatkan produksi listrik negara sebesar 40%.[163] Untuk akses listrik sendiri, pada tahun 2009, hanya 6% penduduk Rwanda yang memiliki akses listrik.[164]
Pemerintah telah meningkatkan investasi infrastruktur transportasi di Rwanda semenjak genosida 1994, dengan bantuan dari Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan lainnya. Sistem transportasi berpusat di jaringan jalan, seperti jalan beraspal antara Kigali dengan kota-kota besar lain.[165] Rwanda terhubung jalan dengan negara-negara lain di Afrika Timur, seperti Uganda, Tanzania, Burundi, dan Kenya, serta ke kota Goma dan Bukavu di Republik Demokratik Kongo. Jalur perdagangan terpenting di Rwanda adalah jalan ke pelabuhan Mombasa melalui Kampala dan Nairobi.[166] Bentuk transportasi umum utama di Rwanda adalah angkutan kota. Jalur ekspres menghubungkan kota-kota besar dan layanan lokal disediakan untuk sebagian besar desa di sepanjang jalan utama. Layanan bus tersedia untuk berbagai tujuan di negara tetangga. Negara ini memiliki bandar udara internasional di Kigali yang melayani satu penerbangan domestik dan beberapa penerbangan internasional.[167] Pada tahun 2011, negara ini belum memiliki jalur kereta api, meskipun pendanaan telah disediakan untuk studi kelayakan.[168] Meskipun tidak ada layanan transportasi air umum di kota-kota pelabuhan di Danau Kivu, terdapat layanan swasta terbatas, dan pemerintah telah melancarkan program yang mendukung pengembangan layanan penuh.[165]
Demografi
Berdasarkan perkiraan tahun 2012, jumlah penduduk Rwanda tercatat sebesar 11.689.696.[75] Mayoritas penduduknya masih muda: diperkirakan 42,7% penduduk umurnya masih di bawah 15 tahun, dan 97,5% di bawah 65 tahun. Angka kelahiran tahunan diperkirakan sebesar 40,2 kelahiran per 1000 penduduk, dan angka kematian tercatat sebesar 14,9.[75] Harapan hidup terbilang 58,02 tahun (59,52 tahun untuk perempuan dan 56,57 untuk laki-laki), yang terendah ke-30 di antara 221 negara.[75][169] Rasio seks negara ini sendiri relatif seimbang.[75]Dengan 408 penduduk per kilometer persegi, kepadatan penduduk Rwanda merupakan salah satu yang tertinggi di Afrika. Sejarawan seperti Gérard Prunier meyakini bahwa genosida 1994 dapat dikaitkan dengan kepadatan penduduk.[39] Masyarakat Rwanda kebanyakan masih bersifat pedesaan, dan hanya ada sedikit kota besar; tempat tinggal penduduk sendiri menyebar secara merata di seluruh negara.[93] Satu-satunya wilayah yang jarang dihuni adalah wilayah sabana di bekas provinsi Umutara dan Taman Nasional Akagera di timur.[170] Kigali adalah kota terbesar dengan jumlah penduduk sebesar satu juta jiwa.[171] Peningkatan jumlah penduduk yang pesat merupakan tantangan bagi pengembangan infrastruktur.[75][172][173] Kota penting lain adalah Gitarama, Butare, dan Gisenyi, ketiganya memiliki jumlah penduduk di bawah 100.000 jiwa.[174] Persentase penduduk perkotaan meningkat dari 6% pada tahun 1990,[172] menjadi 16,6% pada tahun 2006;[175] namun, pada tahun 2011, persentasenya menurun sedikit menjadi 14.8%.[175]
Rwanda sudah bersatu semenjak masa prakolonial,[29] dan penduduknya berasal dari satu kelompok etnik dan linguistik saja, yaitu Banyarwanda;[176] hal ini berbeda dengan sebagian besar negara di Afrika yang perbatasannya ditarik berdasarkan warisan kolonial dan tidak sesuai dengan batas etnis kerajaan-kerajaan prakolonial.[177] Di dalam kelompok Banyarwanda, terdapat tiga kelompok terpisah, yaitu Hutu (84% populasi pada tahun 2009), Tutsi (15%), dan Twa (1%).[178][75] Twa adalah pigmi yang merupakan keturunan dari penduduk pertama Rwanda, namun para ahli masih belum sepakat mengenai asal usul dan perbedaan antara Hutu dan Tutsi.[179] Antropolog Jean Hiernaux menyatakan bahwa Tutsi adalah ras yang berbeda, dengan kecenderungan memiliki "kepala, wajah, dan hidung panjang dan kecil";[180] antropolog lain, seperti Villia Jefremovas, meyakini bahwa tidak ada perbedaan fisik dan kategori tersebut tidak kaku secara historis.[181] Pada zaman prakolonial Rwanda, Tutsi merupakan kelompok yang berkuasa, sementara Hutu merupakan petani.[182] Pemerintah Rwanda saat ini tidak menganjurkan perbedaan antara Hutu/Tutsi/Twa, dan telah menghapuskan klasifikasi tersebut di kartu identitas.[183]
Sebagian besar orang Rwanda memeluk agama Katolik, namun ada perubahan demografi keagamaan yang signifikan setelah genosida, dengan banyak orang yang menjadi Kristen Evangelis dan Islam.[184] Pada tahun 2006, 56,5% penduduk Rwanda memeluk agama Katolik, 37,1% Protestan (dengan 11,1% dari antaranya berdenominasi Advent Hari Ketujuh), dan Islam 4.6%,[185] sementara 1,7% menyatakan tidak beragama.[185] Agama tradisional Afrika, meskipun hanya dipeluk oleh 0,1% penduduk, tetap berpengaruh. Banyak orang Rwanda yang memandang bahwa Tuhan dalam agama Kristen sama dengan dewa tradisional Rwanda, Imana.[186]
Bahasa utama di Rwanda adalah Kinyarwanda. Bahasa Eropa yang dituturkan pada masa kolonial adalah bahasa Jerman dan bahasa Perancis; bahasa Perancis yang dibawa oleh Belgia tetap menjadi bahasa resmi dan banyak dituturkan setelah kemerdekaan.[187] Arus pengungsi dari Uganda dan tempat lain selama abad ke-20[187] mengakibatkan munculnya pemisahan linguistik antara penduduk yang berbahasa Inggris dengan penduduk yang berbahasa Perancis.[188] Kinyarwanda, Inggris, dan Perancis adalah bahasa resmi negara. Kinyarwanda adalah bahasa pemerintahan dan bahasa Inggris merupakan bahasa pengantar utama dalam pendidikan. Bahasa Swahili, lingua franca Afrika Timur, juga dituturkan terutama di wilayah pedesaan.[188] Selain itu, penduduk Rwanda di Pulau Nkombo menuturkan bahasa Amashi, yang berhubungan dekat dengan Kinyarwanda.[189]
Budaya
Musik dan tari merupakan bagian penting dalam upacara, festival, perkumpulan sosial, dan penceritaan Rwanda. Tari tradisional yang paling terkenal adalah gerakan terkoreografi yang terdiri dari tiga komponen: umushagiriro, atau tari sapi, dilakukan oleh perempuan;[190] intore, atau tari pahlawan, dilakukan oleh laki-laki;[190] dan penabuhan drum ingoma yang juga dilakukan oleh laki-laki.[191] Kelompok tari yang paling dikenal adalah Urukerereza yang didirikan oleh Presiden Habyarimana pada tahun 1974 dan telah menampilkan tarian baik di kancah nasional maupun internasional.[192] Secara tradisional, musik diturunkan secara lisan, dan gayanya bervariasi berdasarkan kelompok sosial. Drum merupakan instrumen yang sangat penting; penabuh drum kerajaan memperoleh status yang tinggi di istana Raja (Mwami).[193] Penabuh drum bermain bersama dalam suatu kelompok yang besarnya bervariasi, biasanya terdiri dari tujuh hingga sembilan orang.[194] Industri musik populer Rwanda sendiri terus berkembang dan dipengaruhi oleh musik Afrika Timur, Kongo, dan Amerika. Genre yang paling populer adalah hip hop, dengan perpaduan rap, ragga, R&B, dan dance-pop.[195]Masakan Rwanda didasarkan dari makanan pokok lokal yang dihasilkan oleh agrikultur teras seperti pisang, plantain (dikenal dengan nama kacang, ubi jalar, dan singkong.[196] Banyak orang Rwanda yang tidak memakan daging lebih dari beberapa kali sebulan.[196] Bagi mereka yang tinggal di dekat danau, tilapia merupakan makanan populer.[196] Kentang yang dibawa ke Rwanda oleh Jerman dan Belgia juga sangat populer.[197] Ubugari (atau umutsima), atau adonan yang terbuat dari singkong atau jagung dan air untuk menghasilkan makanan yang konsistensinya mirip dengan bubur, dimakan di seluruh Afrika Timur.[198] Isombe terbuat dari daun singkong yang dihaluskan dan disajikan dengan ikan yang dikeringkan.[197] Makan siang biasa berupa prasmanan yang disebut mélange, yang terdiri dari makanan pokok di atas dan kadang-kadang daging.[199] Brochette merupakan makanan yang paling populer di sore hari, biasanya terbuat dari kambing, namun kadang bisa juga dari babat, sapi, atau ikan.[199] Di banyak bar di wilayah pedesaan, terdapat penjual brochette yang menjagal kambing, memanggang daging, dan menyajikannya dengan pisang panggang.[200] Susu, terutama dalam bentuk yoghurt terfermentasi yang disebut ikivuguto, merupakan minuman umum di Rwanda.[201] Minuman lain adalah bir tradisional urwagwa yang terbuat dari sorgum atau pisang dan disajikan di ritual dan upacara tradisional.[197] Bir komersial yang diseduh di Rwanda meliputi Primus, Mützig, dan Amstel.[198]
Seni dan kerajinan tradisional dibuat di seluruh negara, meskipun sebagian besar biasanya berupa barang fungsional dan bukan dekorasi. Terdapat banyak keranjang dan mangkuk tenun.[202] Imigongo, seni kotoran sapi yang unik, dihasilkan di Rwanda tenggara, dan sudah menjadi tradisi semenjak masa kerajaan Gisaka yang independen. Kotoran dicampur dengan tanah yang warnanya bermacam-macam dan dilukis ke bubungan berpola untuk membuat bentuk geometris.[203] Kerajinan lain berupa tembikar dan ukiran kayu.[204] Gaya rumah tradisional memanfaatkan bahan yang tersedia di sekitar; rumah lumpur bundar dan persegi panjang dengan atap jerami rumput (disebut nyakatsi) merupakan yang paling umum. Pemerintah telah melancarkan program untuk menggantikannya dengan bahan yang lebih modern seperti besi.[205][206]
Di Rwanda tidak ada sejarah kepujanggaan yang panjang, namun terdapat tradisi lisan yang kuat dan bervariasi dari puisi hingga cerita rakyat. Sebagian besar nilai moral dan rincian sejarah Rwanda telah diturunkan dari generasi ke generasi. Tokoh kepujanggaan yang paling terkenal adalah Alexis Kagame (1912–1981) yang melakukan penelitian terhadap tradisi lisan Rwanda dan juga menulis puisinya sendiri.[207] Genosida Rwanda mengakibatkan munculnya catatan saksi, esai, dan cerita fiksi yang dibuat oleh penulis generasi baru seperti Benjamin Sehene. Sejumlah film yang menggambarkan Genosida Rwanda telah dihasilkan, seperti Hotel Rwanda, Shake Hands with the Devil, Sometimes in April, dan Shooting Dogs.[208]
Terdapat sebelas hari libur nasional di Rwanda; kadang-kadang pemerintah juga menambah hari libur lain .[209] Satu minggu setelah Hari Peringatan Genosida pada 7 April ditetapkan sebagai minggu berkabung resmi.[210] Hari Sabtu terakhir dalam setiap bulan disebut umuganda, dan merupakan hari nasional untuk layanan masyarakat, dan biasanya jasa-jasa ditutup dari pukul 07:00 pada pagi hari hingga pukul 12:00 pada siang hari.[211]
Pendidikan dan kesehatan
Pemerintah Rwanda menyediakan pendidikan gratis di sekolah negeri selama sembilan tahun: sembilan tahun di sekolah dasar dan tiga tahun di sekolah menengah.[212] Selama kampanye pemilihan umum tahun 2010, Presiden Kagame mengumumkan rencana penambahan menjadi dua belas tahun.[213] Banyak anak miskin yang tidak dapat bersekolah karena harus membeli seragam dan buku.[214] Ada banyak sekolah swasta di Rwanda (beberapa dijalankan oleh gereja) yang memiliki silabus yang sama, namun menetapkan biaya.[214] Hanya beberapa yang menawarkan kualifikasi internasional. Dari tahun 1994 hingga 2009, bahasa pengantar dalam pendidikan menengah adalah bahasa Perancis atau Inggris; karena meningkatnya hubungan antara Rwanda dengan Komunitas Afrika Timur dan Negara Persemakmuran, kini hanya silabus bahasa Inggris yang digunakan.[215] Di negara ini terdapat beberapa institut pendidikan tinggi seperti Universitas Nasional Rwanda, Institut Sains dan Teknologi Kigali (KIST), dan Institut Pendidikan Kigali.[214] Pada tahun 2009, rasio penerimaan bruto pendidikan tinggi di Rwanda tercatat sebesar 5%.[216] Tingkat melek huruf negara ini, yang didefinisikan sebagai orang berumur 15 atau lebih yang mampu membaca dan menulis, terbilang sebesar 71% pada tahun 2009, dibandingkan dengan 38% pada tahun 1978 dan 58% pada tahun 1991.[217]Kualitas kesehatan di Rwanda masih rendah, namun membaik. Angka kematian bayi telah menurun menjadi setengah dari angka kematian bayi pada periode 2005-2010.[218] Negeri ini mengalami kekurangan tenaga medis profesional, dan terjadi pula kelangkaan dan ketidaktersediaan obat.[219] Delapan puluh tujuh persen penduduk memiliki akses kesehatan, namun hanya ada dua doktor dan dua tenaga paramedis per 100.000 orang.[220] Pemerintah mencoba memperbaiki keadaan ini sebagai bagian dari Visi 2020. Pada tahun 2008, pemerintah mengalokasikan 9,7% pengeluaran nasional untuk kesehatan, dibandingkan dengan 3,2% pada tahun 1996.[219] Pemerintah juga mendirikan institut pelatihan seperti Institut Kesehatan Kigali.[221] Asuransi kesehatan diwajibkan untuk semua orang pada tahun 2008;[222] pada tahun 2010, lebih dari 90% telah terdaftar dalam asuransi.[223] Prevalensi beberapa penyakit telah berkurang, seperti pemberantasan tetanus maternal dan neonatal[224] serta malaria,[225] namun profil kesehatan Rwanda masih didominasi oleh penyakit menular.[224] Prevalensi HIV/AIDS di Rwanda diklasifikasikan sebagai epidemik umum oleh Organisasi Kesehatan Dunia; diperkirakan 7,3% penduduk kota dan 2,2% penduduk desa yang berumur antara 15 hingga 49 tahun mengidap HIV positif.[225]
Lihat pula
Catatan kaki
- ^ CIA (IV) 2012.
- ^ National Census Service 2003, hlm. 16.
- ^ a b c d e IMF (II).
- ^ UNDP (II) 2011.
- ^ Chrétien 2003, hlm. 44.
- ^ Dorsey 1994, hlm. 36.
- ^ Chrétien 2003, hlm. 45.
- ^ a b c Mamdani 2002, hlm. 61.
- ^ Chrétien 2003, hlm. 58.
- ^ a b King 2007, hlm. 75.
- ^ Prunier 1995, hlm. 16.
- ^ Mamdani 2002, hlm. 58.
- ^ Chrétien 2003, hlm. 69.
- ^ Shyaka, hlm. 10–11.
- ^ Chrétien 2003, hlm. 88.
- ^ a b Chrétien 2003, hlm. 88–89.
- ^ Chrétien 2003, hlm. 141.
- ^ Chrétien 2003, hlm. 482.
- ^ a b Chrétien 2003, hlm. 160.
- ^ a b c Mamdani 2002, hlm. 69.
- ^ Prunier 1995, hlm. 13–14.
- ^ Prunier 1995, hlm. 6.
- ^ Chrétien 2003, hlm. 217.
- ^ Prunier 1995, hlm. 9.
- ^ Prunier 1995, hlm. 25.
- ^ Chrétien 2003, hlm. 260.
- ^ Chrétien 2003, hlm. 270.
- ^ Chrétien 2003, hlm. 276–277.
- ^ a b Appiah & Gates 2010, hlm. 450.
- ^ Gourevitch 2000, hlm. 56–57.
- ^ United Nations (II).
- ^ United Nations (III).
- ^ Gourevitch 2000, hlm. 58–59.
- ^ Prunier 1995, hlm. 51.
- ^ Prunier 1995, hlm. 53.
- ^ Prunier 1995, hlm. 56.
- ^ Prunier 1995, hlm. 74–76.
- ^ a b UNPO 2008, History.
- ^ a b Prunier 1995, hlm. 4.
- ^ Prunier 1995, hlm. 93.
- ^ Prunier 1995, hlm. 135–136.
- ^ Prunier 1995, hlm. 190–191.
- ^ BBC News (III) 2010.
- ^ Henley 2007.
- ^ Dallaire 2005, hlm. 386.
- ^ Dallaire 2005, hlm. 299.
- ^ Dallaire 2005, hlm. 364.
- ^ Prunier 1995, hlm. 312.
- ^ a b BBC News (VI) 2010.
- ^ UNDP (III) 2010.
- ^ RDB (I) 2009.
- ^ National Institute of Statistics of Rwanda 2012.
- ^ United Nations Statistics Division.
- ^ CJCR 2003, article 98.
- ^ CJCR 2003, article 117.
- ^ CJCR 2003, article 111.
- ^ a b CJCR 2003, article 110.
- ^ CJCR 2003, article 189.
- ^ CJCR 2003, article 112.
- ^ CJCR 2003, articles 100–101.
- ^ CJCR 2003, article 116.
- ^ Lacey 2003.
- ^ BBC News (IV) 2010.
- ^ HRW 2010.
- ^ Media High Council.
- ^ CJCR 2003, article 52.
- ^ CJCR 2003, article 54.
- ^ National Commission for the Fight against Genocide 2008, hlm. 1.
- ^ Roth 2009.
- ^ a b Amnesty International 2010.
- ^ CJCR 2003, article 62.
- ^ CJCR 2003, article 76.
- ^ UNIFEM 2008.
- ^ CJCR 2003, article 82.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q CIA (I) 2012.
- ^ CJCR 2003, article 140.
- ^ CJCR 2003, article 148.
- ^ HRW & Wells 2008, I. Summary.
- ^ HRW & Wells 2008, VIII. Independence of the Judiciary.
- ^ CJCR 2003, article 143.
- ^ Walker March 2004.
- ^ Transparency International 2010.
- ^ CJCR 2003, article 182.
- ^ Office of the Ombudsman.
- ^ Asiimwe 2011.
- ^ Clark 2010.
- ^ Freedom House 2011.
- ^ United Nations (I).
- ^ Francophonie.
- ^ Grainger 2007.
- ^ Fletcher 2009.
- ^ Prunier 1995, hlm. 89.
- ^ a b c d e Department of State (III) 2012.
- ^ USA Today 2008.
- ^ Al Jazeera 2007.
- ^ a b Heuler 2011.
- ^ BBC News (VII) 2011.
- ^ OAU 2000, hlm. 14.
- ^ Melvern 2004, hlm. 5.
- ^ CJCR 2003, article 3.
- ^ a b MINALOC 2007, hlm. 8.
- ^ Southern Province.
- ^ a b MINALOC 2007, hlm. 9.
- ^ a b MINALOC 2004.
- ^ BBC News (I) 2006.
- ^ CIA (II).
- ^ Richards 1994.
- ^ Encyclopædia Britannica 2010.
- ^ Nile Basin Initiative 2010.
- ^ BBC News (II) 2006.
- ^ Jørgensen 2005, hlm. 93.
- ^ Briggs & Booth 2006, hlm. 153.
- ^ Global Nature Fund.
- ^ a b WWF 2001, Location and General Description.
- ^ Mehta & Katee 2005, hlm. 37.
- ^ Munyakazi & Ntagaramba 2005, hlm. 7.
- ^ Munyakazi & Ntagaramba 2005, hlm. 18.
- ^ a b BBC Weather, Average Conditions.
- ^ Best Country Reports 2007.
- ^ King 2007, hlm. 10.
- ^ Adekunle 2007, hlm. 1.
- ^ BBC Weather.
- ^ a b Briggs & Booth 2006, hlm. 3–4.
- ^ King 2007, hlm. 11.
- ^ REMA (Chapter 5) 2009, hlm. 3.
- ^ IUCN 2011.
- ^ Embassy of Rwanda in Japan.
- ^ RDB (II) 2010.
- ^ Briggs & Booth 2006, hlm. 140.
- ^ a b c King 2007, hlm. 15.
- ^ WCS.
- ^ IMF (I).
- ^ Namata 2010.
- ^ Lavelle 2008.
- ^ FAO / WFP 1997.
- ^ WRI 2006.
- ^ Department of State (I) 2004.
- ^ WTO 2004.
- ^ a b MINAGRI 2006.
- ^ Namata 2008.
- ^ a b Mukaaya 2009.
- ^ Delawala 2001.
- ^ a b Nantaba 2010.
- ^ Birakwate 2012.
- ^ Nielsen & Spenceley 2010, hlm. 6.
- ^ a b RDB (III) 2011.
- ^ Nielsen & Spenceley 2010, hlm. 2.
- ^ RDB (IV).
- ^ a b BBC News (V) 2011, Media.
- ^ Reporters Without Borders 2010.
- ^ Majyambere 2010.
- ^ a b Butera March 2011.
- ^ Onyango 2012.
- ^ Butera April 2011.
- ^ World Bank (II).
- ^ a b Reuters 2011.
- ^ Butera 2010.
- ^ a b IDA 2009.
- ^ a b MINECOFIN 2002, hlm. 25–26.
- ^ a b c USAID 2008, hlm. 3.
- ^ World Resources Report 2011, hlm. 3.
- ^ a b c World Resources Report 2011, hlm. 5.
- ^ AfDB 2011.
- ^ MININFRA 2009.
- ^ a b AfDB & OECD Development Centre 2006, hlm. 439.
- ^ TTCA 2004.
- ^ RwandAir.
- ^ AfDB 2009.
- ^ CIA (III) 2011.
- ^ Streissguth 2007, hlm. 11.
- ^ Kigali City.
- ^ a b Percival & Homer-Dixon 1995.
- ^ REMA (Chapter 2) 2009.
- ^ National Census Service 2003, hlm. 26.
- ^ a b National Institute of Statistics of Rwanda 2012, hlm. 29.
- ^ Mamdani 2002, hlm. 52.
- ^ Boyd 1979, hlm. 1.
- ^ Prunier 1995, hlm. 5.
- ^ Mamdani 2002, hlm. 46–47.
- ^ Mamdani 2002, hlm. 47.
- ^ Jefremovas 1995.
- ^ Prunier 1995, hlm. 11–12.
- ^ Coleman 2010.
- ^ Walker April 2004.
- ^ a b Department of State (II) 2007.
- ^ Wiredu et al. 2006, hlm. 236–237.
- ^ a b Université Laval 2010.
- ^ a b Samuelson & Freedman 2010.
- ^ Nakayima 2010.
- ^ a b Rwanda Development Gateway.
- ^ RMCA.
- ^ Briggs 2004.
- ^ Adekunle 2007, hlm. 135–136.
- ^ Adekunle 2007, hlm. 139.
- ^ Mbabazi 2008.
- ^ a b c Adekunle 2007, hlm. 81.
- ^ a b c Adekunle 2007, hlm. 13.
- ^ a b Auzias 2007, hlm. 74.
- ^ a b Briggs & Booth 2006, hlm. 66.
- ^ Anyango 2010.
- ^ Nzabuheraheza 2005.
- ^ Adekunle 2007, hlm. 68–70.
- ^ Briggs & Booth 2006, hlm. 243–244.
- ^ Briggs & Booth 2006, hlm. 31.
- ^ Ntambara 2009.
- ^ Adekunle 2007, hlm. 75.
- ^ Briggs & Booth 2006, hlm. 29.
- ^ Milmo 2006.
- ^ Embassy of Rwanda in Sudan.
- ^ Directorate General of Immigration and Emigration, hlm. 5.
- ^ Gahindiro 2008.
- ^ MINEDUC 2010, hlm. 2.
- ^ Musoni 2010.
- ^ a b c Briggs & Booth 2006, hlm. 27.
- ^ McGreal 2009.
- ^ World Bank (III).
- ^ World Bank (I).
- ^ "The best story in development". The Economist. 19 May 2012.
- ^ a b WHO 2009, hlm. 10.
- ^ UNDP (I) 2007, hlm. 7.
- ^ KHI 2012.
- ^ WHO 2008.
- ^ McNeil 2010.
- ^ a b WHO 2009, hlm. 4.
- ^ a b WHO 2009, hlm. 5.
Referensi
- Adekunle, Julius (2007). Culture and customs of Rwanda. Westport, Conn.: Greenwood Press. ISBN 978-0-313-33177-0.
- African Development Bank (AfDB) (2009-11-19). "AfDB Approves Funding for Burundi-Rwanda-Tanzania Railway Project Study". Diakses 2012-02-16.
- African Development Bank (AfDB) (2011-08-26). "Boosting Rwanda's Energy Sector: AfDB, other Lenders Commit USD 91.25 million to Kivuwatt Project". Diakses 2012-03-02.
- African Development Bank (AfDB); Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Development Centre (2006). African Economic Outlook (ed. 5). Paris: OECD Publishing. ISBN 978-92-64-02243-0.
- Al Jazeera (2007-09-20). "Rwanda blames DR Congo for violence". Diakses 2012-02-16.
- Amnesty International (2010). "Human Rights in Republic of Rwanda". Diakses 2012-03-15.
- Anyango, Gloria I. (4 February 2010). "The Barbecue Chef who masters his roast". The New Times. Diakses 2012-02-16.
- Appiah, Anthony; Gates, Henry Louis (2010). Encyclopedia of Africa, Volume 1 (ed. illustrated). Oxford: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-533770-9.
- Asiimwe, Bosco R (2011-09-28). "Gov't to sanction officials who failed to declare wealth". The New Times. Diakses 2012-03-14.
- Auzias, Dominique (2007). Rwanda (dalam bahasa French). Paris: Petit Futé. ISBN 978-2-7469-2037-8.
- BBC News (I) (2006-01-03). "Rwanda redrawn to reflect compass". Diakses 2012-02-16.
- BBC News (II) (2006-03-31). "Team reaches Nile's 'true source'". Diakses 2012-02-16.
- BBC News (III) (2010-01-12). "Hutus 'killed Rwanda President Juvenal Habyarimana'". Diakses 2012-02-16.
- BBC News (IV) (2010-08-11). "Rwanda President Kagame wins election with 93% of vote". Diakses 2012-02-16.
- BBC News (V) (25 November 2011). "Rwanda country profile". Diakses 2012-02-16.
- BBC News (VI) (2010-08-27). "Q&A: DR Congo conflict". Diakses 2012-02-27.
- BBC News (VII) (2011-11-03). "Rwanda gives DR Congo back tonnes of smuggled minerals". Diakses 2012-04-12.
- BBC Weather. "Kigali". BBC News. Diakses 2012-02-16.
- Best Country Reports (2007). "Temperature Map of Rwanda". World Trade Press. Diakses 2012-02-16.
- Birakwate, Bruno (2012-03-26). "Google Maps to promote Rwanda's tourism". Rwanda Focus. Diakses 2012-04-03.
- Bowdler, Neil (2010-05-14). "Apprentice adviser Nick Hewer's Rwanda mission". BBC News. Diakses 2012-02-16.
- Boyd, J. Barron (December 1979). "African Boundary Conflict: An Empirical Study". African Studies Review 22 (3): 1–14. ISSN 0002-0206. JSTOR 523892.
- Briggs, Jimmy (August 2004). "A dance of hope in Rwanda". Dance Magazine. Diakses 2012-02-16.
- Briggs, Philip; Booth, Janice (2006). Rwanda – The Bradt Travel Guide (ed. 3rd). London: Bradt Travel Guides. ISBN 978-1-84162-180-7.
- Butera, Saul (2010-01-09). "MTN Rwanda deploys new Internet technology". The New Times. Diakses 2012-02-16.
- Butera, Saul (2011-03-17). "Mobile subscribers rise 51%". The New Times. Diakses 2012-02-16.
- Butera, Saul (2011-04-06). "MTN, Tigo Reaping From Rwandatel Misery". The New Times. Diakses 2012-02-16.
- Central Intelligence Agency (CIA) (I) (2012). "Rwanda". The World Factbook. Diakses 2012-04-02.
- Central Intelligence Agency (CIA) (II). "Rank Order – Area". The World Factbook. Diakses 2012-02-16.
- Central Intelligence Agency (CIA) (III) (2011). "Rank Order – Life expectancy at birth". The World Factbook. Diakses 2012-02-16.
- Central Intelligence Agency (CIA) (IV) (2012). "Rank Order – Population". The World Factbook. Diakses 2012-04-02.
- Chrétien, Jean-Pierre (2003). The Great Lakes of Africa: Two Thousand Years of History. Cambridge, Mass.: MIT Press. ISBN 978-1-890951-34-4.
- Clark, Phil (2010-08-05). "Rwanda: Kagame's power struggle". The Guardian (London). Diakses 2012-02-16.
- Coleman, Isobel (2010-04-07). "Rwanda: Road to Recovery". The Huffington Post. Diakses 2012-02-16.
- Commission Juridique Et Constitutionnelle Du Rwanda (CJCR) (2003-05-26). "Constitution of the Republic of Rwanda". Diarsipkan dari aslinya tanggal 2009-03-25. Diakses 2012-02-16.
- Dallaire, Roméo (2005). Shake Hands With The Devil: The Failure of Humanity in Rwanda. London: Arrow. ISBN 978-0-09-947893-5.
- Delawala, Imtiyaz (2001-09-07). "What Is Coltan?". ABC News: Nightline. Diakses 2012-02-16.
- Department of State (I) (2004). "Background Note: Rwanda". Background Notes. Diakses 2012-02-16.
- Department of State (II) (2007). "Rwanda". International Religious Freedom Report 2007. Diakses 2012-02-16.
- Department of State (III) (2012). "Background Note: Rwanda". Background Notes. Diakses 2012-02-16.
- Directorate General of Immigration and Emigration, Republic of Rwanda. "General Information". Diakses 2012-03-07.
- Dorsey, Learthen (1994). Historical Dictionary of Rwanda. Metuchen, N.J.: Scarecrow Press. ISBN 978-0-8108-2820-9.
- Embassy of Rwanda in Japan. "Akagera National Park". Diakses 2012-02-29.
- Embassy of Rwanda in Sudan. "Sudan and Rwanda public holidays". Diakses 2012-02-16.
- Encyclopædia Britannica (2010). "Rwanda". Diakses 2012-02-16.
- Fletcher, Pascal (2009-11-30). "Rwanda accepted into Commonwealth only 15 years after genocide". The Scotsman (Edinburgh). Diakses 2012-02-16.
- Food and Agriculture Organization / World Food Programme (FAO / WFP) (1997-07-01). "Special Report: FAO/WFP Crop and Food Supply Assessment Mission to Rwanda". Diakses 2012-02-16.
- Francophonie. "Welcome to the International Organisation of La Francophonie's official website". Diakses 2012-02-16.
- Freedom House (2011). "Freedom in the World: Rwanda". Diakses 2012-03-15.
- Gahindiro, John (2008-06-02). "Making "Umuganda" More Useful". The New Times. Diakses 2012-02-16.
- Global Nature Fund. "Lake Ihema". Diakses 2012-02-29.
- Gourevitch, Philip (2000). We Wish To Inform You That Tomorrow We Will Be Killed With Our Families (ed. Reprint). London; New York, N.Y.: Picador. ISBN 978-0-330-37120-9.
- Grainger, Sarah (2007-06-18). "East Africa trade bloc expanded". BBC News. Diakses 2012-02-16.
- Henley, Jon (2007-10-31). "Scar tissue". The Guardian (London). Diakses 2012-02-16.
- Heuler, Hilary (2011-12-12). "Uganda, Rwanda Move to Mend Troubled Relations". Voice of America News. Diakses 2012-03-26.
- Human Rights Watch (HRW); Wells, Sarah (2008). Law and reality: progress in judicial reform in Rwanda. ISBN 978-1-56432-366-8. Diakses 2012-02-16.
- Human Rights Watch (HRW) (2010-08-02). "Rwanda: Silencing Dissent Ahead of Elections". Diakses 2012-02-28.
- International Development Association (IDA). "Rwanda: Bringing Clean Water to Rural Communities". Diakses 2012-02-16.
- International Monetary Fund (IMF) (I) (2011). "Gross domestic product based on purchasing-power-parity (PPP) per capita GDP, Rwanda, 1994". World Economic Outlook Database. Diakses 2012-02-16.
- International Monetary Fund (IMF) (II) (2011). "Rwanda". Diakses 2012-04-20.
- International Union for Conservation of Nature (IUCN) (2011). "IUCN welcomes Rwanda as new State Member". Diakses 2012-02-16.
- Jefremovas, Villia (1995). "Acts of Human Kindness: Tutsi, Hutu and the Genocide". Issue: A Journal of Opinion 23 (2): 28–31. doi:10.2307/1166503. ISSN 0047-1607. JSTOR 1166503.
- Jørgensen, Sven Erik (2005). Lake and reservoir management. Amsterdam: Elsevier. ISBN 978-0-444-51678-7.
- Kigali City. "Kigali at a glance". Diakses 2012-02-16.
- Kigali Health Institute (KHI) (2012-03-22). "About KHI". Diakses 2012-04-26.
- King, David C. (2007). Rwanda (Cultures of the World). New York, N.Y.: Benchmark Books. ISBN 978-0-7614-2333-1.
- Lacey, Marc (2003-08-26). "Rwandan President Declares Election Victory". New York Times. Diakses 2012-02-16.
- Lavelle, John (2008-07-05). "Resurrecting the East African Shilling". East African Business Week. Diakses 2012-02-16. More than one of
|work=
and|newspaper=
specified (help) - Majyambere, Gertrude (2010-05-14). "Rwandatel's Landline Telephony Increases By 7 Percent". The New Times. Diakses 2012-02-16.
- Mamdani, Mahmood (2002). When Victims Become Killers: Colonialism, Nativism, and the Genocide in Rwanda. Princeton, N.J.: Princeton University Press. ISBN 978-0-691-10280-1.
- Mbabazi, Linda (2008-05-11). "Hip Hop Dominating Music Industry". The New Times. Diakses 2012-02-16.
- McGreal, Chris (2009-01-16). "Why Rwanda said adieu to French". The Guardian (London). Diakses 2012-02-16.
- McNeil, Donald G. (2010-06-14). "In Desperately Poor Rwanda, Most Have Health Insurance". The New York Times (New York, N.Y.). Diakses 2012-04-26.
- Media High Council, Republic of Rwanda. "Constitution of June 2003". Diakses 2012-02-29.
- Mehta, Hitesh; Katee, Christine (2005). "Virunga Massif Sustainable Tourism Development Plan". International Gorilla Conservation Programme (IGCP). Diakses 2012-02-16.
- Melvern, Linda (2004). Conspiracy to Murder: The Rwandan Genocide (ed. Revised). London; New York, N.Y.: Verso Books. ISBN 978-1-85984-588-2.
- Milmo, Cahal (2006-03-29). "Flashback to terror: Survivors of Rwandan genocide watch screening of Shooting Dogs". The Independent (London). Diakses 2012-02-16.
- Ministry of Agriculture (MINAGRI), Republic of Rwanda (2006-06-10). "Livestock production". Diakses 2012-02-16.
- Ministry of Education (MINEDUC), Republic of Rwanda (2010-07-13). "Achievements (2003–2010)". Diakses 2012-02-16.
- Ministry of Finance and Economic Planning (MINECOFIN), Republic of Rwanda (June 2002). "Poverty Reduction Strategy Paper". Diakses 2012-02-16.
- Ministry of Infrastructure (MININFRA), Republic of Rwanda (July 2009). "Electricity". Diakses 2012-02-16.
- Ministry of Local Government (MINALOC), Republic of Rwanda (2004). "Administrative Units". Diakses 2012-02-16.
- Ministry of Local Government (MINALOC), Republic of Rwanda (August 2007). "Rwanda Decentralization Strategic Framework". Diarsipkan dari aslinya tanggal 2007-08-31. Diakses 2012-02-16.
- Mukaaya, Eddie (2009-01-15). "Mining industry generated $93 million in 2008". The New Times. Diakses 2012-02-16.
- Munyakazi, Augustine; Ntagaramba, Johnson Funga (2005). Atlas of Rwanda (dalam bahasa French). Oxford: Macmillan Education. ISBN 0-333-95451-3.
- Musoni, Edwin (2010-07-28). "Kagame Promises 12 Years of Free Education". The New Times. Diakses 2012-02-16.
- Nakayima, Lillian (2010-06-23). "Nkombo Island's Hope for the Future". The New Times. Diakses 2012-03-02.
- Namata, Berna (2008-12-28). "Rwanda to restock water bodies with fisheries". The New Times. Diakses 2012-02-16.
- Namata, Berna (2010-08-03). "Franc Weakens Against the U.S. Dollar". The New Times. Diakses 2012-02-16.
- Nantaba, Eriosi (2010-10-18). "Rwanda services sector boosts GDP". East African Business Week. Diakses 2012-02-16. More than one of
|work=
and|newspaper=
specified (help) - National Census Service (February 2003). "The General Census of Population and Housing, Rwanda". Diakses 2012-02-16.
- National Commission for the Fight against Genocide, Republic of Rwanda (2008-10-15). "Law No 18/2008 Of 23/07/2008 Relating to the Punishment of the Crime of Genocide Ideology". Diakses 2012-03-26.
- National Institute of Statistics of Rwanda (February 2012). "The third Integrated Household Living Conditions Survey (EICV 3) – Main indicators Report". Diakses 2012-03-16.
- Nielsen, Hannah; Spenceley, Anna (April 2010). "The success of tourism in Rwanda – Gorillas and more". African Success Stories Study. World Bank & SNV Netherlands Development Organisation. Diakses 2012-02-16.
- Nile Basin Initiative (2010). "Nile Basin Countries". Diakses 2012-02-16.
- Ntambara, Paul (2009-12-09). "Minister Irked By Big Number of Grass-Thatched Houses". The New Times. Diakses 2012-02-16.
- Nzabuheraheza, François Dominicus (2005). "Milk Production and Hygiene in Rwanda". African Journal of Food, Agriculture, Nutrition and Development (AJFAND) 5 (2). ISSN 1684-5374. Diakses 2012-02-16.
- Office of the Ombudsman, Republic of Rwanda. "Office of the Ombudsman". Diakses 2012-03-14.
- Onyango, Emma (2012-02-13). "Airtel to launch in Rwanda". East African Business Week. Diakses 2012-03-07.
- Organization of African Unity (OAU) (2000). "Rwanda – The preventable genocide". The Report of International Panel of Eminent Personalities to Investigate the 1994 Genocide in Rwanda and Surrounding Events. Diakses 2012-02-16.
- Percival, Valerie; Homer-Dixon, Thomas (1995). "Environmental Scarcity and Violent Conflict, The Case of Rwanda". Occasional Paper: Project on Environment, Population and Security (University of Toronto). Diakses 2012-02-16.
- Prunier, Gérard (1995). The Rwanda Crisis, 1959–1994: History of a Genocide (ed. 2nd). London: C. Hurst & Co. Publishers. ISBN 978-1-85065-243-4.
- Reporters Without Borders (2010-04-14). "Two leading independent weeklies suspended for six months". Diakses 2012-02-16.
- Reuters (2011-03-16). "Rwanda completes $95 mln fibre optic network". Diakses 2012-02-16.
- Richards, Charles (1994-07-24). "Rwanda: Question Time: How could it happen?: Rebellion, slaughter, exodus, cholera: the catastrophe in Rwanda is beyond our worst imaginings. Who is to blame? Who are the Hutus and Tutsis? Can peace ever be restored? Some answers ...". The Independent (London). Diakses 2012-02-16.
- Roth, Kenneth (2009-04-11). "The power of horror in Rwanda". Human Rights Watch. Diakses 2012-03-26.
- Royal Museum for Central Africa (RMCA). "Ingoma". Diakses 2012-02-16.
- Rwanda Development Board (RDB) (I) (2009-01-06). "Tourism and Conservation Performance in 2008". Diakses 2012-02-16.
- Rwanda Development Board (RDB) (II) (2010-05-07). "World Environment Day & Kwita Izina". Diakses 2012-02-16.
- Rwanda Development Board (RDB) (III) (2011). "Highlights of Tourist Arrivals in Rwanda January–June 2011". Diakses 2012-03-16.
- Rwanda Development Board (RDB) (IV). "National Parks". Diakses 2012-03-01.
- Rwanda Development Gateway. "National Ballet – Urukerereza". Diakses 2012-02-16.
- Rwanda Environment Management Authority (REMA) (Chapter 2) (2009). "Chap II. Population, Health and human settlements". Rwanda State of Environment and Outlook Report. Diakses 2012-02-16.
- Rwanda Environment Management Authority (REMA) (Chapter 5) (2009). "Chap V. Biodiversity and Genetic Resources". Rwanda State of Environment and Outlook Report. Diakses 2012-03-17.
- RwandAir. "Flights Schedule". Diakses 2012-03-02.
- Samuelson, Beth Lewis; Freedman, Sarah Warshauer (2010). "Language policy, multilingual education, and power in Rwanda". Language Policy 9 (3): 191–215. doi:10.1007/s10993-010-9170-7. ISSN 1568-4555.
- Shyaka, Anastase. "The Rwandan Conflict: Origin, Development, Exit Strategies". National Unity and Reconciliation Commission, Republic of Rwanda. Diakses 2012-02-16.
- Southern Province. "Governor". Diakses 2012-02-16.
- Streissguth, Thomas (2007). Rwanda in Pictures. Minneapolis, Minn.: Twenty-First Century Books. ISBN 978-0-8225-8570-1.
- Transit Transport Coordination Authority of the Northern Corridor (TTCA) (2004–06). "Investment Opportunities in the Northern Corridor with emphasis in Transport Infrastructure". OECD. Diakses 2012-02-16.
- Transparency International (2010). "Corruption Perceptions Index 2010 Results". Diakses 2012-02-16.
- United Nations (I). "United Nations Member States". Diakses 2012-02-16.
- United Nations (II). "International Trusteeship System". Diakses 2012-02-28.
- United Nations (III). "Trust and Non-Self-Governing Territories (1945–1999)". Diakses 2012-02-28.
- United Nations Development Fund for Women (UNIFEM) (2008-09-22). "Rwandan Women Secure 56% of Parliamentary Seats in Historic Election Result". Diakses 2012-02-16.
- United Nations Development Programme (UNDP) (I) (2007). "Assessment of Development Results: Rwanda". 2. Diakses 2012-02-16.
- United Nations Development Programme (UNDP) (II) (2011). "Human Development Index Trends, 1980–2011". Diakses 2012-02-16.
- United Nations Development Programme (UNDP) (III) (2010). "Human Development Index Trends, 1980–2010". Diakses 2012-02-29.
- United Nations Statistics Division. "Under-five mortality rate (U5MR)". UN Data. Diakses 2012-03-16.
- United States Agency for International Development (USAID) (2008). "Rwanda: Water and Sanitation Profile". Diakses 2012-02-16.
- Université Laval (2010). "Rwanda: Aménagement linguistique dans le monde" (dalam bahasa French). Diakses 2012-02-16.
- Unrepresented Nations and Peoples Organization (UNPO) (2008-03-25). "Batwa". Diakses 2012-02-16.
- USA Today (2008-10-29). "Congolese army claims attack by Rwandan troops". Diakses 2012-02-16.
- Walker, Robert (2004-03-30). "Rwanda still searching for justice". BBC News. Diakses 2012-02-16.
- Walker, Robert (2004-04-01). "Rwanda's religious reflections". BBC News. Diakses 2012-02-16.
- Wildlife Conservation Society (WCS). "Birds endemic to the Albertine Rift". Albertine Rift Programme. Diakses 2012-02-16.
- Wiredu, Kwasi; Abraham, William E.; Irele, Abiola; Menkiti, Ifeanyi (2006). A companion to African philosophy. Malden, Mass.: Wiley-Blackwell. ISBN 978-1-4051-4567-1.
- World Bank (I). "Rwanda". Data. Diakses 2012-02-16.
- World Bank (II). "Internet users (per 100 people)". Data. Diakses 2012-02-16.
- World Bank (III). "School enrollment, tertiary (% gross)". Data. Diakses 2012-02-16.
- World Health Organisation (WHO) (2009). WHO Country Cooperation Strategy, 2009–2013: Rwanda. ISBN 978-92-9031-135-5.
- World Health Organisation (WHO) (2008). "Sharing the burden of sickness: mutual health insurance in Rwanda". Bulletin of the World Health Organization 86 (11): 817–908. ISSN 0042-9686.
- World Resources Institute (WRI) (2006). "Agriculture and Food: Country profile – Rwanda". EarthTrends: The Environmental Information Portal. Diakses 2012-02-16.
- World Resources Report (2011). "Maintenance of Hydropower Potential in Rwanda Through Ecosystem Restoration". Diakses 2012-02-16.
- World Trade Organization (WTO) (2004-09-30). "Continued reforms and technical assistance should help Rwanda in its efforts to achieve a dynamic economy". Trade policy review: Rwanda. Diakses 2012-02-16.
- World Wide Fund for Nature (WWF) (2001). "Terrestrial Ecoregions: Albertine Rift montane forests (AT0101)". Diakses 2012-02-16.
Pranala luar
Cari tahu mengenai Rwanda pada proyek-proyek Wikimedia lainnya: | |
Definisi dan terjemahan dari Wiktionary | |
Gambar dan media dari Commons | |
Berita dari Wikinews | |
Kutipan dari Wikiquote | |
Teks sumber dari Wikisource | |
Buku dari Wikibuku |
Umum
- Rwanda di CIA World Factbook.
- Rwanda dari UCB Libraries GovPubs
- (Inggris) Rwanda di Proyek Direktori Terbuka
- Profil Rwanda di BBC News
- Peta Rwanda pada Wikimedia Atlas
Panduan wisata Rwanda di Wikivoyage. |
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar